Upaya Pemerintah dalam Penegakan HAM
Sangat perlu diketahui bahwa pemerintah Indonesia
sudah sangat serius dalam menegakkan HAM. Hal ini dapat kita lihat dari upaya
pemerintah sebagai berikut;
1.
Indonesia
menyambut baik kerja sama internasional dalam upaya menegakkan HAM di seluruh
dunia atau di setiap negara dan Indonesia sangat merespons pada pelanggaran HAM
internasional hal ini dapat dibuktikan dengan kecaman Presiden atas beberapa
agresi militer di beberapa daerah akhir-akhir ini contoh; Irak, Afghanistan,
dan baru-baru ini Indonesia juga memaksa dalam mewujudkan penegakan HAM, antara
lain telah ditunjukkan dalam prioritas pembangunan Nasional tahun 2000-2004
(Propenas) dengan pembentukan kelembagaan yang berkaitan dengan HAM. Dalam hal
kelembagaan telah dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan kepres
nomor 50 tahun 1993, serta pembentukan Komisi Anti Kekerasan pada perempuan
2.
Pengeluaran
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 mengenai hak asasi manusia , Undang-undang
nomor 26 tahun 2000 mengenai pengadilan HAM, serta masih banyak UU yang lain
yang belum itukan menyangkut penegakan hak asasi manusia.
PEMBENTUKAN INSTRUMEN HAM
Instrumen HAM di Indonesia berarti alat, sehingga
instrumen HAM merupakan suatu alat yang digunakan untuk melindungi hak asasi
manusia. Alat ini berupa peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh
pemerintah sebagai bentuk partisipatif adanya Universal Declaration of Human
Right (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) oleh PBB (Perserikatan
Bangsa-Bangsa).
Instrumen HAM perlu dibuat karena banyak jenis-jenis
pelanggaran HAM yang marak terjadi. Oleh karena itu, negara-negara di dunia
membuat peraturan tertulis untuk melindunginya baik secara internasional maupun
secara nasional. Dengan demikian, terdapat 2 (dua) jenis instrumen HAM yakni:
1.
Instrumen HAM
Nasional, instrumen ini berlaku secara nasional saja, artinya instrumen
tersebut dibuat oleh pemerintah di suatu negara dan hanya berlaku di negara di
bawah hukum dimana instrumen tersebut ditetapkan. Oleh karena itu, instrumen
HAM Nasional Indonesia hanya berlaku di negara Indonesia saja.
2.
Instrumen HAM
Internasional, karena bersifat internasional maka instrumen ini melindungi hak
asasi manusia masyarakat internasional. Instrumen ini dijadikan sebagai acuan
pembentukan instrumen HAM Nasional bagi negara-negara yang turut serta
mengesahkan instrumen tersebut.
PENANGANAN KASUS HAM DI PENGADILAN
Wakil Presiden
M. Jusuf Kalla mengatakan, pencabutan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi oleh Mahkamah Konstitusi secara otomatis mengubah cara
penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.
Penyelesaiannya secara pengadilan.Menurut Wakil Presiden, Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi adalah upaya meniru metode penyelesaian kasus pelanggaran HAM di
Afrika Selatan. "To forgive not to forget.”
Wakil Presiden
mengatakan, metode penyelesaian di Afrika Selatan semacam islah di Indonesia.
Dengan pembatalan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi oleh Mahkamah
Konstitusi, islah tersebut harus melewati pengadilan.
Mahkamah
Konstitusi pada Kamis pekan lalu mencabut Undang-Undang Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi. Mahkamah menilai undang-undang itu bertentangan dengan
konstitusi. Putusan itu dianggap kontroversial karena pengajuan hak uji atas
undang-undang itu hanya meminta koreksi terhadap tiga pasal.
Wakil Ketua
Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Almuzammil Yusuf mengusulkan DPR segera
meninjau kembali kewenangan Mahkamah Konstitusi. Sebab, menurut dia, jangan
sampai undang-undang yang dihasilkan DPR bisa dibatalkan begitu saja oleh Mahkamah
Konstitusi
Kendati begitu,
Wakil Presiden mengatakan belum memahami alasan Mahkamah Konstitusi mencabut
Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Sementara itu,
anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golkar, Andi Matalatta, mengatakan
bahwa sebagai konsekuensi pencabutan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi maka semua penanganan masalah pelanggaran HAM berat keputusannya
lewat pengadilan. Jika kasusnya berlaku surut maka keputusannya kembali ke DPR.
PENANGANAN
KASUS HAM DI PENGADILAN
1.
Penculikan Aktivis (1997/1998)
Kasus
penculikan dan penghilangan secara paksa para aktivis pro-demokrasi, sekitar 23
aktivis pro-demokrasi diculik. Kebanyakan aktivis yang diculik disiksa dan
menghilang, meskipun ada satu yang terbunuh. 9 aktivis dilepaskan dan 13
aktivis lainnya masih belum diketahui keberadaannya sampai kini. Banyak orang
berpendapat bahwa mereka diculik dan disiksa oleh para anggota militer
2.
Peristiwa Tanjung Priok (1984)
Kasus
tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang
berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Peristiwa ini dipicu oleh warga
sekitar yang melakukan demonstrasi pada pemerintah dan aparat yang hendak
melakukan pemindahan makam keramat Mbah Priok. Para warga yang menolak dan
marah kemudian melakukan unjuk rasa, hingga memicu bentrok antara warga dengan
anggota polisi dan TNI. Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM
dimana terdapat ratusan korban meninggal dunia akibat kekerasan dan penembakan.
3.
Penembakan Misterius (Petrus)
Diantara
tahun 1982-1985, peristiwa ini mulai terjadi. ‘Petrus’ adalah sebuah peristiwa
penculikan, penganiayaan dan penembakan terhadap para preman yang sering
menganggu ketertiban masyarakat. Pelakunya tidak diketahui siapa, namun
kemungkinan pelakunya adalah aparat kepolisian yang menyamar (tidak memakai seragam).
Kasus ini termasuk pelanggaran HAM, karena banyaknya korban Petrus yang
meninggal karena ditembak. Kebanyakan korban Petrus ditemukan meninggal dengan
keadaan tangan dan lehernya diikat dan dibuang di kebun, hutan dan lain-lain.
Terhitung, ratusan orang yang menjadi korban Petrus, kebanyakan tewas karena
ditembak.
HAK ASASI MANUSIA
3.
PBB untuk
bertindak tegas kepada Israel yang telah menginvasi Palestina dan menimbulkan
banyak korban sipil, wanita dan anak-anak.
4.
Komitmen
Pemerintah Indonesia Hak Asasi Manusia atau HAM adalah hak-hak yang sudah
dipunyai oleh seseorang sejak ia masih dalam kandungan. Hak asasi manusia dapat
berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM yang tertuang dalam deklarasi
kemerdekaan Amerika Serikat atau Declaration of Independence of USA serta yang
tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti yang terdapat pada pasal
27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 31 ayat 1, serta pasal 30 ayat 1.
Dalam teori
perjanjian bernegara, terdapat Pactum Unionis serta Pactum Subjectionis. Pactum
unionis merupakan suatu perjanjian antarindividu guna membentuk negara,
sedangkan pactum subjectionis merupakan suatu perjanjian antara individu serta
negara yang dibentuk. Thomas Hobbes mengakui Pactum Subjectionis dan tidak
mengakui Pactum Unionis. John Lock mengakui keduanya yaitu Pactum Unionis dan
Pactum Subjectionis, sedangkan JJ Roessaeu hanya mengakui Pactum Unionis.
Ketiga paham ini
berpendapat demikian. Namun pada dasarnya teori perjanjian tersebut
mengamanahkan adanya suatu perlindungan Hak Asasi Warga Negara yang wajib
dijamin oleh penguasa dan bentuk jaminan tersebut haruslah tertuang dalam
konstitusi.
Dalam kaitannya
dengan hal tersebut, HAM merupakan hak fundamental yang tidak dapat dicabut
karena ia adalah seorang manusia. HAM yang dirujuk sekarang merupakan
seperangkat hak yang dikembangkan PBB sejak awal berakhirnya perang dunia II.
Sebagai konsekuensinya, negara-negara tidak dapat berkelit untuk tidak melindungi
hak asasi manusia yang bukan warga negaranya.
0 comments:
Post a Comment