Wednesday, 17 May 2017

Laporan Kerja Praktek PT. Aneka Tambang UBPE Pongkor, Ventilasi Tambang


Download versi .doc click here~

KAJIAN RENCANA PERUBAHAN SISTEM JARINGAN VENTILASI DI RAMP UP KUBANG CICAU VEIN UTARA
PT. ANEKA TAMBANG TBK. UBPE PONGKOR





SITI FADHILLAH               1204108010011
ULFA RIANI                        1204108010062






Disetujui:
Pembimbing Lapangan,




Muchamad Fajar Rickiadi, ST
Mine Planning Assistant Manager
Mine Plan and Development Bureau, PT Antam, Tbk. UBPE Pongkor.
30 September 2015




KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga  diberi kemudahan dan petunjuk dalam mengerjakan dan melaksanakan kerja praktik beserta laporannya.
Penulisan laporan kerja praktek yang berjudul “Kajian Rencana Perubahan Sistem Jaringan Ventilasi di Ramp Up Kubang Cicau Vein Utara  PT. Aneka Tambang Tbk. UBPE Pongkorini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menuntaskan kuliah sarjana di Universitas Syiah Kuala. Penulis berharap semoga laporan kerja praktik ini dapat bermanfaat bagi kita semua, saat ini maupun masa mendatang.
Adapun laporan kerja praktik ini dapat terwujud juga berkat dukungan dari orang-orang sekitar yang membantu kami secara langsung maupun tidak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Board of Director PT Aneka Tambang, Tbk. atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk dapat melaksanakan kerja praktek disana. Bapak Muchamad Fajar Rickiadi, S.T. selaku Mine Plan Assist Manager serta pembimbing penulis di perusahaan yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. Bapak Mulyadi yang telah membimbing dan membantu penulis selama melakukan kerja praktek. Bapak Wasit dan Bapak Deny Sanjaya yang telah mengajari dan menemani penulis dilapangan selama kerja praktek. Bapak Maryono yang memberi petuah, semangat, dan dukungan kepada penulis. Serta seluruh karyawan PT. Antam UBPE Pongkor
2.      Bapak Dr. Abrar Muslim, S.T, M.Eng. selaku Ketua Program Studi Teknik Pertambangan yang telah memberikan arahan dan ilmu kepada penulis
3.      Ibu Nurul Aflah,S.T, M.Eng selaku pembimbing kerja praktek penulis yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan kerja praktek serta bimbingan dan arahan selama penulis menuntut ilmu
4.      Orang tua yang senantiasa memberikan dukungan materi maupun spiritual kepada penulis dan senantiasa mendoakan penulis
5.      Teman seperjuang, Ulfa Riani, Arief Mulki dan Tadwin
6.      Teman Kerja praktek di pongkor kak Ambar, kak Boy, bang Ide, bang Ucup, bang saiful, Anri, Reza, Gina, Fitri, Rifda, Dini, Ravena dan yang lainnya.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kemajuan bersama.

Penulis


Siti Fadhillah
DAFTAR ISI
Lembar Judul i
Lembar Pengesahan Jurusan ii
Lembar Pengesahan Tempat Kerja Praktik iii
Kata Pengantar iv
Daftar Isi vi
Daftar Gambar viii
Daftar Tabel x
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah 1
1.2 Iklim dan Curah Hujan 2
1.3 Kondisi Geologi 3
BAB II URAIAN PROSES 8
2.1 Metode Penambangan 8
2.2 Proses Penambangan 9
2.3 Proses Pengolahan 15
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 17
3.1. Ventilasi Tambang 17
3.2. Pengendalian Kualitas Udara Tambang 20
3.3. Pengendalian Kuantitas Udara Tambang 34
3.4. Prinsip Pengaliran Udara serta Kebutuhan Udara Tambang 36
3.5. Permasalahan-permasalahan di Ventilasi Tambang 39
3.6. Penyelesaian Permasalahan-permasalahan di Ventilasi 
Tambang 40
BAB IV TUGAS KHUSUS 41
4.1 Judul Tugas Khusus   41
4.2 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus 41
4.3 Objek Tugas Khusus 41
4.4 Latar Belakang Tugas Khusus 41
4.5 Tujuan Tugas Khusus 42
4.6 Metodologi Pelaksanaan Tugas Khusus   42
BAB V PEMBAHASAN 45
5.1. Peralatan dan Perlengkapan 45
5.2. Pengambilan dan Pengukuran Data 48
5.3. Pengolahan Data 54
5.4. Analisis Data   64
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 74
6.1. Kesimpulan 74
6.2. Saran 74
DAFTAR PUSTAKA 75
LAMPIRAN-LAMPIRAN 














DAFTAR TABEL 
Tabel 1.1 Curah Hujan Tahun 2010 3
Tabel 1.2 Nama dan Kedudukan Urat Bijih 7
Tabel 3.1 Pengaruh Kekurangan Oksigen terhadap fisiologi manusia 20
Tabel 3.2 Kebutuhan Udara Pernafasan 21
Tabel 3.3 Pengaruh kelebihan CO2 terhadap Fisiologis Manusia 23
Tabel 3.4 Kebutuhan Udara Pekerja dan Alat Berat 35
Tabel 4.1 Hasil pengukuran Td, Tw dan Tg 53
Tabel 4.2 Hasil pengukuran WBGT dan kelembaban relatif 53
Tabel 4.3 Hasil pengukuran kecepatan udara 55
Tabel 4.4 Hasil pengukuran luas penampang lubang bukaan 55
Tabel 4.5 Hasil pengukuran konsentrasi gas pengotor 56
Tabel 4.6 Perhitungan debit udara pada beberapa front di KKRB I 57
Tabel 4.7 Hasil perhitungan temperatur efektif 58
Tabel 4.8 Kuantitas udara yang tersedia di lokasi KKRB I level 500 59
Tabel 4.9 Hubungan Efektifitas kerja dan Temperatur Efektif 60
Tabel 5.1 Hasil pengukuran Td, Tw dan Tg 50
Tabel 5.2 Hasil pengukuran WBGT dan kelembaban relatif 50
Tabel 5.3 Hasil pengukuran konsentrasi gas pengotor 51
Tabel 5.4 Hasil pengukuran kecepatan udara   53
Tabel 5.5 Hasil pengukuran luas penampang lubang bukaan   53
Tabel 5.6 Hasil pengukuran jari-jari ductile terhadap lintasan 54
Tabel 5.7 Hasil perhitungan temperatur efektif   54
Tabel 5.8 Hubungan Efektifitas kerja dan Temperatur Efektif   55
Tabel 5.9 Perhitungan debit udara pada beberapa front di KCVU 56
Tabel 5.10 Perhitungan Shock Loss total   57
Tabel 5.11   Perhitungan Lequivalen   59
Tabel 5.12 Perhitungan Head Statis   59
Tabel 5.13 Perhitungan Head Velocity 59
Tabel 5.14   Perhitungan Headloss Total 60
Tabel 5.15   Perhitungan Debit Udara Teoritis 61
Tabel 5.16   Perhitungan Kecepatan udara di front kerja   61
Tabel 5.17   Kebutuhan Udara berdasarkan Jenis Kegiatan x-cut 519 flatback 63
Tabel 5.18 Perbandingan Kuantitas Udara 66
Tabel 5.19   Ketidakcukupan Debit Udara 68


























DAFTAR GAMBAR 
Gambar 1.1   Lokasi Pertambangan PT. Antam Tbk. UPBE Pongkor 2
Gambar 1.2 Stratigrafi Batuan 5
Gambar 1.3 Peta geologi Gunung Pongkor 6
Gambar 1.4 Penampang Tiga Vein Utama Tambang Emas Pongkor 7
Gambar 2.1 Siklus Development 9
Gambar 2.2 Siklus Produksi 10
Gambar 2.3 Bor Jackleg 11
Gambar 2.8 Jumbo Drill 11
Gambar 2.9 Granby 13
Gambar 3.1 Exhaust Sistem 18
Gambar 3.2 Forcing Sistem 18
Gambar 3.3 Overlap Sistem 19
Gambar 3.4 Grafik Perhitungan Suhu Efektif 32
Gambar 3.5 Hubungan antara Efisiensi Kerja dan Temperatur Efektif 32
Gambar 3.6 Grafik WBGT 33
Gambar 3.7 Chart shock loss faktor untuk tikungan 90o 38
Gambar 3.8 Chart faktor koreksi untuk tikungan dengan sudut selain 90 39
Gambar 4.1 Anemometer Kestrel 48
Gambar 4.2 Gas Detector 49
Gambar 4.3 Distometer 49
Gambar 4.4 Sling Psychrometer 50
Gambar 4.5 Pengukuran Temperatur Dan Kelembaban Dengan 
Anemometer Kestrel 51
Gambar 4.6 Pengukuran temperatur dan kelembaban dengan sling 
Psychrometer 52
Gambar 4.7 hasil pengukuran kecepatan udara menggunakan kestrel. 54
Gambar 4.8 Hasil pengukuran konsentrasi gas pengotor dengan 
gas detector 56
Gambar 4.9 Peta Aliran Udara Alami di Kubang Cicau Vein Utara 59
Gambar 4.10 Grafik Temperatur Efektif 60
Gambar 5.1 Anemometer kestrel 45
Gambar 5.2 Gas detector 46
Gambar 5.3 Distometer 47
Gambar 5.4 Sling Psychrometer   47
Gambar 5.5 Pengukuran temperatur dan kelembaban dengan anemometer
kestrel 48
Gambar 5.6 Pengukuran temperatur dan kelembaban dengan sling 
psychrometer 49
Gambar 5.7 Hasil pengukuran konsentrasi gas pengotor dengan gas 
detector 51
Gambar 5.8 Hasil pengukuran kecepatan udara menggunakan kestrel 52
Gambar 5.9 Grafik Temperatur Efektif 55
Gambar 5.10 Belokan yang dialami oleh blower 57
Gambar 5.11 Kurva Karakteristik 60
Gambar 5.12 Peta Ventilasi Ramp Up KCRB 1 64
Gambar 5.13 Peta Ventilasi dan Lokasi X-Cut 519 Sil B6   65
Gambar 5.14 Peta pemasangan peralatan ventilasi di X-Cut 519   69
Gambar 5.15 Peta perbaikan pemasangan peralatan ventilasi di X-Cut 
519 70
Gambar 5.16 Peta perbaikan pemasangan ductile X-Cut 519 70
Gambar 5.17 Ilustrasi Aliran udara di Front X-Cut 519 Flatback ke utara 70
Gambar 5.18 Kurva Karakteristik 2 fan Axial dengan Kapasitas 37 kW 71
Gambar 5.19 Peta Rencana Tembusan RC4 72
Gambar 5.20 Perencanaan Pemasangan fan di RC4 menuju Cross Cut 519 72




BAB I
PENDAHULUAN
UBPE Pongkor dimulai ketika PT Aneka Tambang Tbk. melalui salah satu unit kerjanya yaitu unit geologi memulai eksplorasi pada tahun 1974 di daerah Gunung Limbung, sebelah barat Gunung Pongkor.Pada saat eksplorasi di daerah Gunung Limbung, akhir tahun 1979, diperoleh informasi dengan adanya mineralisasi sulfide pirit di daerah Gunung Pongkor.
Pada tahun 1981 team unit geologi melakukan peninjauan ulang ke daerah Gunung Pongkor dan menemukan urat kuarsa dilokasi Pasir Jawa. Produksi dimulai pada tahun 1994 dan pada tahun yang sama pabrik pengolahan emas digabung menjadi satu unit produksi, dengan nama Unit Pertambangan Emas (UPE) Pongkor. Kemudian kegiatan penambangan diperluas ke daerah Ciurug dan dilakukan pembangunan pabrik kedua untuk meningkatkan kapasitas produksi emas.
Pada tanggal 1 Agustus 2000 UPE Pongkor mendapatkan Kuasa Pertambangan Eksploitasi yang baru yaitu KW 98 PP 0138 seluas 6.047 Ha. Kemudian PT. Antam Tbk melakukan restrukturisasi dan mengubah Unit Pertambangan Emas (UPE) Pongkor menjadi Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor.
1.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah
1.1.1 Lokasi
Lokasi UBPE Pongkor secara administratif terletak di Gunung Pongkor, Desa Bantarkaret, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat (lihat Gambar 2.1). Pencapaian lokasi ini dapat dilakukan melalui perjalanan darat dari Jakarta melalui Bogor dan Leuwiliang sejauh + 100 km. Sedangkan dari posisi geografi KP eksploitasi daerah pertambangan emas di Pongkor ini terletak pada koordinat 106030’01,0” – 106035’38” LS dan 6036’37,2” – 6048’11,0” BT.

Gambar 1.1 Lokasi pertambangan PT.Antam Tbk, UBPE Pongkor
Sumber: Google Maps (skala 1:100.000) diambil pada tanggal 17 Agustus 2015
1.1.2 Kesampaian Daerah
Untuk mencapai lokasi penambangan dapat ditempuh dengan perjalanan darat, yaitu dengan kendaraan roda dua dan roda empat.Kondisi jalan beraspal, berkelok-kelok dan menanjak sehingga kendaraan tidak dapat melaju dengan cepat. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai lokasi sekitar 2 – 2,5 jam dari kota Bogor. 
1.2 Iklim dan Curah Hujan 
Sebagaimana iklim di Indonesia, daerah Kabupaten Bogor beriklim tropis dengan suhu rata-rata 26,50C dimana suhu terendah adalah 220C dan suhu tertinggi mencapai 300C.Kelembaban rata-rata 84 %. Hasil pengukuran yang dilakukan oleh Bagian Eksplorasi dan Pengukuran PT. Aneka Tambang Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor mencatat bahwa  curah hujan  dari bulan November 2010 rata – rata sebesar 23.5  mm/hari. Untuk lebih jelasnya mengenai data curah hujan yang ada di kawasan area pertambangan PT.Aneka Tambang Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut.



Tabel 1.1 Curah Hujan Tahun  2010
No Bulan Rata-rata Curah Hujan (mm/hari) Rata-rata Jam Hujan (mm/jam)
1 Januari 16.3 5.5
2 Februari 98.6 6.9
3 Maret 26.2 9.8
4 April 14.1 7.1
5 Mei 30 8.8
6 Juni 17 4.3
7 Juli 21.3 5.9
8 Agustus 24.5 7.5
9 September 18.0 4.6
10 Oktober 15.3 4.8
11 November 16.0 5.8
12 Desember 8.1 2.3
Rata-rata Curah Hujan Sampai Bulan februari 2010 = 23.5
Sumber : Departemen Eksplorasi PT. Aneka Tambang Tbk Pongkor.
1.3 Kondisi Geologi 
Kondisi Geologi pada daerah penelitian dapat dijelaskan melalui kondisi morfologi, kondisi stratigrafi, geologi regional, struktur geologi dan kondisi urat bijih (vein) yang akan dijelaskan sebagai berikut.
1.3.1 Morfologi
Pada wilayah KP Eksplorasi PT. Aneka Tambang, Tbk memilki tata guna lahan yang pembagiannya terdiri dari 30% merupakan kawasan hutan lindung, 35% kawasan Perhutani, 30% merupakan lahan masyarakat dan 5% sebagai enclave (daerah serapan air). Kawasan hutan lindung membentang dari bagian barat hingga timur, tanah masyarakat juga menyebar dari bagian tengah sisi barat ke arah timur laut, sedangkan tanah enclave berada di sekitar kawasan Perhutani.
Tanah Perhutani menyebar dari arah utara ke selatan secara tidak menerus karena dibatasi oleh tanah masyarakat, enclave, maupun oleh hutan lindung.Kawasan Perhutani dan hutan lindung secara umum masih berupa hutan dengan ditumbuhi oleh bermacam-macam jenis flora, sementara tanah penduduk dan enclave merupakan wilayah perkampungan disamping juga sebagai lahan persawahan, tegalan dan pekuburan.
1.3.2 Geologi Regional Daerah Pongkor
Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Barat dibagi menjadi lima zona fisiografi, yaitu : Dataran Rendah Pantai Jakarta, Zona Bandung, Zona Bogor, Pegunungan Bayah dan Pegunungan Selatan Jawa Barat. Wilayah UBPE Pongkor, PT. Aneka Tambang Tbk termasuk zona Bogor Barat yang merupakan daerah pegunungan. Beberapa gunung yang terdapat pada zona yang sama antara lain Gunung Halimun (1.929,00 m), Gunung Salak (2.211,00 m), Gunung Kendeng (1.764,00 m) dan Gunung Pongkor (754,00 m) yang merupakan lokasi UBPE Pongkor, PT. Aneka Tambang Tbk.
Geologi daerah Pongkor merupakan bagian dari jalur gunungapi yang masih aktif memanjang dari Barat ke Timur selebar 30 – 40 km dengan ketinggian 500 – 2.200 m di atas permukaan laut dan umumnya masih tertutup hutan primer. Pada bagian Selatan terutama di sepanjang Sungai Cikaniki terdapat satuan batuan tufa breksi yang disusun oleh tufa, tufa lapili, tufa breksi, aglomerat, dan sisipan lempung.Satuan ini diterobos dan terpotong oleh urat kuarsa yang mengandung emas.
1.3.3 Stratigrafi
Daerah lokasi penambangan disusun oleh batuan tufa breksi, batuan sedimen, andesit, tufa dan piroklastik. Batuan tufa breksi menyebar pada bagian selatan, terutama sepanjang Sungai Cikaniki dan Ciletuh yang merupakan induk kuarsa yang mengandung emas.
Tufa breksi disusun oleh komponen-komponen andesit, batu tersilifikasi, batu lempung–lanau. Ciri batuan yang mudah dikenal di lapangan adalah komponen batu lempung – lanau berwarna hitam. Batuan sedimen yang menyebar sepanjang Sungai 
Breksi andesit ditemukan sepanjang Sungai Cikaniki di sekitar Pondok Batu, muara Sungai Ciguha dan Pasir Bogor. Breksi andesit tersebut tersusun oleh breksi andesit dengan sisipan lava andesit dengan ciri yang hampir sama dan hampir seluruhnya tersusun oleh batuan andesit tak berlapis dan massive. Andesit yang terdapat di Gunung Kendeng, Tufa menyebar di sekitar Cigudeg, Panyawungan dan Nanggung. Penyusunnya adalah tufa, pasir tufaan dan breksi yang mengandung komponen batu apung. Satuan batuan gunung api Salak – Prabakti menyebar di sebelah timur yaitu di hulu Sungai Cianteun. Penyusunnya adalah tufa breksi dan breksi gunung api. Batuan sedimen yang terdapat di hilir Sungai Cikaniki di sekitar Babakan Sodong penyusunnya adalah pasir, kerakal, dan bongkahan-bongkahan batuan.

Gambar 1.2  Statigrafi Batuan
Sumber: UBPE Pongkor, PT. Aneka Tambang Tbk
1.3.4 Urat Bijih (Vein)
Penyebaran urat bijih (vein) memilki arah umum jurus (strike) N 3500 E sampai N 3250 E dengan kemiringan antara 550 sampai 900 ke arah Timur Laut di bagian Timur, dengan ketebalan yang bervariasi 0,8 m – 24 m dengan panjang mencapai 2.500 m. Singkapan bijih ditemukan pada elevasi antara 550 m – 750 m dpl. Berdasarkan data geologi diketahui adanya beberapa sesar disekitar Pongkor, yaitu :
1. Sesar Cikaniki
2. Sesar Cihalang
3. Sesar Curugbitung
4. Sesar Pr Pogor
5. Sesar Gunung Singa 
6. Sesar Cisarua
7. Sesar Cidurian
8. Sesar Ciguha
9. Sesar Ciurug
10. Sesar Teulukwaru


Gambar 1.3 Peta Geologi Gunung Pongkor (Milesi, 1974)
Sumber: UBPE Pongkor, PT. Aneka Tambang Tbk

Tabel 2.2 Nama dan Kedudukan Urat Bijih
No Nama Urat Strike (N…0E) Dip (0)
1 Pasir Jawa 150 – 180 88
2 Ciguha Utama ±180 70 – 80
3 Ciguha Timur 330 – 340 70 – 75
4 Kubang Cicau 140 – 180 70 – 85
5 Ciurug 320 – 330 60 – 70
6 Pamoyanan ±335 78
Sumber : UBPE Pongkor, PT. Aneka Tambang Tbk
Pada daerah Pongkor terdapat tiga urat utama yaitu urat ciguha, kubang cicau dan ciurug. Urat-urat tersebut dapat ditambang dengan jarak antar urat bijih sekitar 1 km. Bentuk penampang urat utama di Pongkor dapat dilihat pada di bawah.

Gambar 1.4. Peta Penampang Tiga Vein Utama Tambang Emas Pongkor
Sumber : UBPE Pongkor, PT. Aneka Tambang Tbk














BAB II
URAIAN PROSES
2.1 Metode Penambangan
PT. Antam Tbk. UBPE Pongkor didesain untuk beroperasi pada tingkat produksi 1200dtm/hari dengan menerapkan metode Underground cut and fill. Pada perkembangannya disesuaikan dangan tingkat kompleksitas kondisi bijih, UBPE Pongkor juga mengembangkan metode penambangan lain seperti shringkage.
Metode penambangan yang digunakan yaitu penambangan tambang bawah tanah (underground) dengan mengunakan cut and fill dimana aktivitas penambangan dilakukan dengan cara memotong level per level bagian bijih dengan kemajuan dari level bawah menuju level di atasnya kemudian daerah yang sudah ditambang tersebut diisi kembali dengan material filling yaitu slurry dengan komposisi 60% solid yang berasal dari limbah pabrik pengolahan sand tailing yang dipisahkan dari material halusnya dan diturunkan kadar sianidanya (trace 0,03 -0,05 ppm). Kegiatan ini disebut dengan back filling.
Berdasarkan data geoteknik yang dihasilkan dari tahap eksplorasi perencanaan awal, diperoleh bahwa tambang emas pongkor menerapkan dimensi lubang bukaan rata-rata untuk Main haulage level (MHL) lebar 4 m dan tinggi 4m. untuk Drift footwall (DFW) dengan lebar 4 m dan tinggi 3,5 m. Sedangkan untuk menjaga kesetabilan lubang bukaan dan meninggikan lantai kerja, maka dimensi stope setelah pengisian oleh material pengisi dibuat setinggi 2,5 m dengan lebar mengikuti badan bijih
Untuk memudahkan pengangkutan ore ke stock pile diluar terowongan maka diperlukan Main Haulage Level ( MHL) sebagai jalur utama tranportasi ore keluar tambang dan juga sebagai  jalan pengangkutan karyawaan, peralatan, jalur ventilasi, jalur penyaliran, dan keperluan lain untuk memfasilitasi kegiatan produksi dan development. Selain itu setiap urat bijih yang akan di tambang dibuat Drift Foot wall (DWF) untuk metode cut and fill  dan Drift Vein Bawah (DVB) untuk Shrinkage Stoping.  Melalui Drift Foot Wall dan Drift Vein Bawah bijih ditransportasikan ke MHL kemudian  dari MHL dimuatkan ke grandby untuk dibawa ke luar terowongan
2.2 Proses  Penambangan
Secara umum, terdapat dua proses penambangan pada tambang bawah tanah, yakni proses development dan proses produksi. Proses development bertujuan membuat akses untuk aktivitas produksi. Termasuk di dalamnya pembuatan lubang-lubang bukaan dan jalan menuju front tambang atau stope. Sedangkan Proses produksi bertujuan untuk mengambil ore untuk nantinya diolah pada proses pengolahan. Proses ini merupakan kegiatan operational penambangan yang dilakukan mengikuti penyebaran urat atau vein dari bijih emas. Adapun tahapan-tahapan proses penambangan produksi meliputi pemboran dan peledakan, pembersihan asap, penjatuhan batu gantung, pemasangan penyangga, pemuatan, pengangkutan, dan pengisian ulang.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 
Gambar 2.1. Siklus Development
















Gambar 2.2 Siklus Produksi
2.2.1 Pemboran
Dalam proses Produksi ini, pengeboran dimaksudkan untuk membuat lubang-lubang tembak untuk proses peledakan. Kegiatan pengeboran yang dilakukan di tambang Pongkor menggunakan jumbo drill atau dengan jackhammer/jackleg. Jika front dalam ukuran ruangan yang  sempit, maka pengeboran dilakukan dengan menggunakan Jack Leg. Sedangkan jika front luas maka pengeborannya menggunakan Jumbo Drill. Pemboran menggunakan jumbo drill dan jackhammer ini dilakukan oleh 2 orang, 1 orang operator dan 1 orang lagi adalah membantu dalam pemasangan stang bor. Pola pemboran ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Pola pemboran dengan arah pemboran keatas atau vertical
Memotong arah (strike) urat atau bijih. Pola ini diterapkan pada stope yang akan berproduksi setelah dilakukan pengisiian. Pemboran dilakukan disekitar lubang  corong bijih sehingga dengan sendirinya batuan emas akan jatuh langsung kepintu corong.
b. Pola pemboran dengan arah lubang bor mendatar
Searah dengan arah (strike) bijih atau urat, semua lubang bor dibuat sejajar dengan kemiringan 50 – 100 kearah atas, hal ini dimaksudkan untuk memudahkan keluarnya cutting dengan pelaksanaan pemboran. Pola ini diterapkan setelah terbentuknya ruang untuk pemboran.

Gambar 2.3 bor jack leg


Gambar 2.4  jumbo drill
2.2.2 Pengisian Bahan Peledak
Proses selanjutnya pengisian bahan peledak yang akan diledakkan ke dalam lubang-lubang yang sudah dibuat oleh Jumbo Drill atau Jack Leg. Bahan peledak yang digunakan bisasanya adalah Dinamit, Anfo dll.

2.2.3 Peledakan
Setelah proses pengisian bahan peledak, selanjutnya adalah peledakan (Blasting). Peledakan adalah proses menghancurkan Batuan dengan menggunakan Bahan Peledak dan Detonator. Bahan peledak yang digunakan adalah Anfo dan Dinamit dan Pemicu dari bahan peledak yang digunakan  seperti Detonator Elektrik, Sumbu Ledak.
2.2.4 Pembersihan (Washing - Smoke Clearing – Scaling)
Setelah peledakan selesai, proses selanjutnya adalah Pencongkelan / Pembersihan Batuan Gantung dan Debu bekas Blasting pada dinding Front yang baru saja diledakkan. Pembersihan terdiri dari 3 macam proses, yaitu :
a. Washing = Proses pembersihan debu bekas Blasting dengan menyemprotkan air.
b. Smokelling = Proses pembersihan debu bekas Blasting dengan menggunakan angin.
c. Scalling = Proses menurunkan batuan yang retak akibat dari Blasting. Alat yang digunakan untuk Scalling adalah Scalling Bar.
Pembersihan asap atau smoke clearing dilakukan menggunakan exhaust vent untuk membersihkan lingkungan stope dari gas-gas beracun hasil peledakan. Pembersihan atap atau penjatuhan batu gantung (scaling) dilakukan dengan tujuan mencegah runtuhan kecil akibat batuan yang menggantung dari hasil sisa peledakan yang mungkin akan jatuh disekitar lubang bukaan. 
2.2.5 Penyanggaan (Supporting)
Penyanggaan dalam suatu pembukaan lubang bawah tanah merupakan salah satu hal yang harus diperhitungkan. Sebelum masa batuan dikenai suatu kegiatan seperti pembuatan lubang bukaan tambang bawah tanah, masa batuan dapat mengtasi sendiri beban yang ditimbulkan gaya berat yang dimiliki massa batuan tersebut. Setelah dibuatnya akan mengalami pengurangan titik bilamana batuan tidak mampu menyangga beban tersebut maka akan segera terjadi keruntuhan. Jenis-jenis penyangga yang digunakan adalah penyangga kayu seperti three piece set, cribbing, steel support, dan shotcrete. Ukuran penyangga disesuaikan dengan lubang bukaan yang akan disangga. Penyangga baja dan kayu biasanya digunakan pada terowongan (crosscut dan drift), sedangkan untuk lokasi stope digunakan perkuatan seperti split set, rock bolt, dan weld mesh.
2.2.6 Pemuatan
Setelah lubang hasil peledakan aman untuk dilalui barulah kemudian dilakukan Mucking menggunakan LHD (Load Haul Dump) atau Wheel Loader. Mucking adalah proses pengerukan batuan dari hasil Blasting untuk kemudian diangkut oleh Grandby Car atau Mine Truck ke luar tambang.

Gambar 2.5  Alat Muat
2.2.7 Pengangkutan
Pengangkutan adalah permidahan broken ore hasil bongkoran/peledakan dari dalam tambang, baik dari permukaan kerja/stope hingga sampai keluar tambang atau sampai kedalam peremukan (Room atau crushing plant). Penarikan rangkaian granby yang memuat broke ore di MHL dilakukan dengan menggunakan lokomotif trolly dengan kapasitas 10 ton.

Gambar 2.6 Grandby

2.2.8 Pengisian Ulang (Filling)
Cut and fill adalah metode penambangan bijih yang diikuti dengan pengisian rongga-rongga penambangan sisa pengambilan bijih (stope production) dengan menggunakan material hasil pengolahan atau tailing sebagai agregat utama yang diolah atau dicampur dengan material lain untuk membentuk suatu material isian yang dapat menggantikan kondisi batuan asli di lokasi filling atau stope. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan pembuatan meskipun sudah diturunkan kadar sianidanya, serta mengoptimalkan pembuangan tailing kedalam tambang dan mengurangi limbah tailing yang ditranspor ke tailing dump utama.  
Pada penerapannya, Backfill dapat berfungsi sebagai :
a. Waste disposal
Stope diisi dengan Waste atau Tailing sehingga dampak lingkungan diminimalkan.
b. Platform (tempat berpijak)
Platform digunakan untuk melakukan proses penambangan selanjutnya. Backfill dilakukan secara Cyclic Backfill dan diterapkan pada metode tambang bawah tanah Overhand Cut And Fill. Daya dukung Backfilling Material yang digunakan sebagai Platform harus dapat menyediakan tempat berpijak untuk peralatan tambang, operator dan material (bijih).
c. Penyangga atap dan dinding samping
Backfill dilakukan secara cyclic backfill dan diterapkan pada metode tambang bawah tanah underhand cut and fill. Hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam fungsi backfill sebagai penyangga atap dan dinding samping yaitu persen solid, kandungan semen, dan penempatan backfilling material dalam stope. Kombinasi dari ketiga hal tersebut memungkinkan backfilling material memiliki kekuatan yang cukup untuk melindungi pekerja di bawahnya. Selain itu, backfill dapat mengatasi tekanan yang diakibatkan oleh rockburst yang mungkin terjadi dan efek yang timbul dari proses peledakan.



2.3 Proses Pengolahan 
Tempat penumpukan bijih ini di UBPE Pongkor dibedakan berdasarkan ukuran material keluaran tambang. Batuan besar akan dihancurkan dengan rock breaker sampai dengan ukuran ≤ 40 cm yang kemudian akan dibawa truk menuju crusher. Kemudian dari CPA ore diangkut menggunakan belt conveyor menuju Fine Ore Bin (FOB) untuk diproses lebih lanjut di pabrik pengolahan sampai menghasilkan dore bullion.
Tahapan pengolahan dibagi menjadi beberapa tahap yaitu :
a) Tahapan pada Crushing Unit : mempunyai 2 crusher dan 2 screen.
b) Tahapan pada Milling Unit (penggerusan) : Batuan dari FOB dibawa ke dalam Balll Mill untuk digerus menggunakan bola baja berdiameter 50mm dan 80mm. Kemudian hasil gerusannya bercampur dengan air akan diproses lebih lanjut.
c) Leaching and Carbon in Leach : Hasil penggerusan ball mill dicampur dengan sianida NaCN untuk melakukan pelarutan selektif. Selanjutnya dilakukan proses penyerapan Au dan Ag dengan menggunakan karbon aktif dan selanjutnya karbon yang berkadar Au > 1000 ppm dilepas dengan menggunakan sianida.
d) Tahapan  pada Gold Recovery Unit : Au dan Ag yang lepas dalam bentuk ion akan ditangkap dengan menggunakan proses Elektrolisis sebanyak 3-4 kali. Au yang melekat di katoda dilepas dengan cara dibakar pada suhu 1000○C- 1200○C sampai membentuk dore bullion. Kemudian bullion tersebut akan dicetak berupa lempengan-lempengan.
e) Tahapan Tailing Treatment : Slurry dari tangki Carbon in Leach dimasukkan kedalam Tailing Thickener untuk selanjutnya dilakukan proses recovery ion CN-setinggi mungkin dengan cara pemisahan padatan dan larut Pada jenis proses pengolahan sianidasi ini menggunakan bahan kimia sodium sianidasi berkadar 0,1% sehingga kemungkinan besar material backfill masih mengandung sianida. Oleh karena itu, pada tahapan pengolahan pada pabri terdapat suatu proses yang berfungsi sebagai perusak sianida supaya kadar sianida dalam tailing selalu dibawah ambang batas yang diinginkan dalam AMDAL yaitu kurang dari 0,5 ppm. Sehingga kadar sianida dalam tailing sebelum dibuang ke tambang sebagai material backfill dan dibuang ke sungai dapat dikurangi.


2.7  Bagan Alir Prose Pengolahan


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Ventilasi Tambang 
Sistem ventilasi merupakan pengendalian jumlah dan arah pergerakan udara diantaranya untuk mengendalikan kualitas dan kuantitas udara, sehingga tercipta lingkungan kerja yang nyaman untuk pekerja dalam tambang dan peralatan yang berada didalamnya. Biaya listrik untuk sistem ventilasi dapat mencapai 30-50% dari keseluruhan biaya listrik di tambang. Biaya energi yang signifikan ini menjadi permasalahan utama dalam perencanaan ventilasi tambang. Oleh karena itu, sistem energi diusahakan seoptimal mungkin.
Berdasarkan metode pembangkit daya, ventilasi tambang dibagi atas dua kelompok yaitu ventilasi alami dan ventilasi mekanis. Ventilasi alami adalah suatu aliran udara yang diakibatkan oleh perbedaan temperatur atau tekanan dari udara pada  dua titik yang berhubungan. Udara akan mengalir dari suatu titik dengan temperatur rendah ke titik yang mempunyai temperatur tinggi dan juga mengalir dari tekanan tinggi ke tekanan rendah,  Suatu aliran udara ventilasi alami mempunyai sifat yang berubah arah dari waktu ke waktu, tergantung pada adanya perbedaan antara temperatur pada dua titik pada suatu saat. 
Sedangkan ventilasi mekanis adalah jenis ventilasi dimana aliran udara masuk ke dalam tambang disebabkan oleh perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh alat mekanis. Peralatan ventilasi mekanis adalah semua jenis mesin penggerak yang digunakan untuk memompa dan menekan udara segar agar mengalir ke dalam lubang bawah tanah. Salah satu yang paling penting dan umum digunakan adalah fan. Fan adalah pompa udara, yang menimbulkan adanya perbedaan tekanan antara kedua sisinya, sehingga udara akan bergerak dari tempat bertekanan lebih tinggi ke tempat bertekanan lebih rendah. Pada proses menerus dapat dilihat  bahwa fan menerima udara pada tekanan tertentu dan dikeluarkan dengan tekanan yang lebih besar.
Berdasarkan cara menimbulkan udaranya serta letak mesinnya, ventilasi mekanis  dibedakan menjadi tiga metode yaitu :
Metode hisap (exhaust system)
Sistem exhausting akan memberikan hembusan udara yang berkebalikan dengan sistem forcing, yaitu bertekanan negatif ke front kerja. Tekanan negatif yang dimaksud disini adalah tekanan yang dihasilkan oleh proses penghisapan udara.
Pada sistem exhausting, fan diletakkan dekat dengan front kerja, sehingga dapat memudahkan kerjanya dalam menghisap udara udara kotor ataupun debu dari front kerja tersebut. 
.  
Gambar 3.1  Exhaust sistem
Metode hembus (forcing sytem)
Sistem forcing akan memberikan hembusan udara bertekanan positif ke front kerja. Tekanan positif  berarti aliran udara ini mempunyai tekanan lebih besar dibanding udara di atmosfer. Pipa/saluran ventilasi ini menghubungkan fan dengan front kerja.

Gambar 3.2 Forcing sistem
Metode hisap hembus (overlap system)
Sistem ini merupakan gabungan dari sistem exhausting dan forcing. Berbeda dengan kedua sistem diatas, sistem ini menggunakan 2 fan yang memiliki tugas berbeda satu sama lain. Ada fan yang bertugas menyuplai udara ke front (intake fan), ada fan yang bertugas untuk menghisap udara dari front (exhausting fan). Tetapi exhaust fan dipasang lebih mundur (lebih jauh) dari front penambangan. Sedangkan duct akhir dari intake fan dipasang lebih dekat dengan front penambangan. Hal ini untuk mencegah agar udara yang disuplai langsung dihisap oleh exhaust fan sehingga udara akan memiliki waktu untuk bersirkulasi pada front penambangan. 



Gambar 3.3 Overlap sistem
Begitu pentingnya arti ventilasi dalam bidang pertambangan khususnya tambang bawah tanah membuat kita harus mampu untuk menganalisa segala hal yang berkaitan dengan pergerakan udara didalam tambang bawah tanah, baik kecepatan udara maupun pola aliran udaranya. 
Terdapat beberapa fungsi ventilasi tambang, diantaranya adalah:
Menyediakan dan mengalirkan udara segar (oksigen) kedalam tambang untuk keperluan pernapasan para pekerja dalam tambang dan juga bagi segala proses yang terjadi dalam tambang yang memerlukan oksigen. 
Melarutkan dan membawa keluar dari tambang gas-gas pengotor  hingga tercapai keadaan kandungan gas dalam udara tambang yang memenuhi syarat bagi pernapasan.  
Menyingkirkan debu yang berada dalam aliran ventilasi tambang bawah tanah hingga ambang batas yang diperkenankan. 
Mengatur panas dan kelembaban udara ventilasi tambang bawah tanah sehingga dapat diperoleh suasana / lingkungan kerja yang nyaman.
Selain fungsi diatas terdapat juga prinsip yang diterapkan pada ventilasi tambang. Pada pengaturan aliran udara dalam ventilasi tambang bawah tanah, berlaku hukum alam bahwa; 
Udara akan mengalir dari kondisi bertemperatur rendah ke temperatur tinggi.
Udara akan lebih banyak mengalir melalui jalur-jalur ventilasi yang  memberikan tahanan yang lebih kecil dibandingkan dengan jalur bertahanan yang lebih besar.
Udara mengalir dari tempat yang kerapatannya tinggi ke tempat yang kerapatannya rendah.
Hukum-hukum mekanika fluida akan selalu diikuti dalam perhitungan dalam ventilasi  tambang.
Pengendalian Kualitas Udara Tambang 
Pengendalian kualitas udara tambang pada dasarnya adalah pengendalian gas-gas pengotor, debu, temperatur dan kelembaban. 
Kebutuhan Oksigen
Oksigen merupakan unsur yang sangat diperlukan untuk kehidupan manusia. Pada pernafasannya, manusia akan menghirup oksigen, yan kemudian bereaksi dengan butir darah (haemoglobine) menjadi oksihaemoglobin yang akan mendukung kehidupan. Dalam udara normal, kandungan oksigen adalah 21 % dan udara dianggap layak untuk suatu pernafasan apabila kandungan oksigen tidak boleh kurang dari 19,5 %.
Banyak proses-proses dalam alam yang dapat menyebabkan  pengurangan kandungan oksigen dalam udara; terutama untuk udara tambang bawah tanah.  Peristiwa oksidasi, pembakaran pada mesin bakar dan pernafasan oleh manusia merupakan contoh dari proses pengurangan kandungan oksigen. Kandungan oksigen dalam udara juga akan berkurang pada keadaan ketinggian (altitude) yang makin tinggi.
Kekurangan oksigen dalam udara yang digunakan bagi pernafasan akan berpengaruh terhadap keadaan fisiologi manusia, seperti diperlihatkan pada tabel berikut: 
Tabel 3.1 Pengaruh Kekurangan Oksigen terhadap fisiologi manusia
Kandungan O2 di Dalam Udara Pengaruh
17 %
15 %

13 %
9 %
7 %
6 % Laju pernapasan meningkat 
Terasa pusing, suara mendesing dalam telingadan jantung berdetak cepat 
Kehilangan kesadaran
Pucat dan jatuh pingsan
Sangat membahayakan kehidupan
Kejang-kejang dan kematian
Terdapat berbagai jenis kegiatan manusia dan setiap jenis-jenis kegiatan memerlukan udara segar yang berlainan jumlahnya. Jenis-jenis kegiatan manusia dapat dibeda-bedakan atas :
Dalam keadaan istirahat
Dalam melakukan kegiatan kerja yang moderat, misalnya kerja kantor
Dalam melakukan kegiatan kerja keras, misalnya olah raga atau kerja di tambang.
Dalam suatu pernafasan terjadi kegiatan menghirup udara segar dan menghembuskan udara hasil pernafasan. Laju pernafasan per menit didefinisikan sebagai banyaknya udara dihirup dan dihembuskan per satuan waktu satu menit. Laju pernafasan ini akan berlainan bagi setiap kegiatan manusia yang berbeda, makin keras kerja yang dilakukan makin besar angka laju pernafasannya. 
Tabel 3.2  Kebutuhan Udara Pernafasan
Kegiatan kerja Laju Pernafasan Per menit Udara terhirup
(10-4 m3/detik) Konsumsi Oksigen
(10-5 m3/detik) Angka Bagi
Pernafasan
Istirahat 12 – 18 0,82-2,18 0,47 0,75
Kerja Moderat 30 7,64-9,83 3,3 0,9
Kerja keras 40 16,4 4,7 1,0
Ada dua cara perhitungan untuk menentukan jumlah udara yang diperlukan perorang untuk pernafasan, yaitu :
Atas dasar kebutuhan O2 minimum, yaitu 19,5 % volume.
Pada pernafasan, jumlah oksigen akan berkurang sebanyak 0,1 cfm sehingga dihasilkan persamaan untuk jumlah oksigen sebagai berikut :                  
O2 Masuk    –    O2 Terkonsumsi = O2 Minimum ke aliran udara pernafasan
0,21 Q     –               0,1            =                           0,195 Q
         = 6,7 cfm = 3,2x10-3 m3/det
Atas dasar kandungan CO2 maksimum, yaitu 0,5 %.
Pekerjaan tambang termasuk jenis kegiatan berat, oleh karena itu nisbah pernafasan (RQ) adalah 1.0. 
CO2masuk + CO2 dihasilkan  = CO2 maksimum kealiran udara pernafasan 
Nisbah pernafasan (RQ) =CO2/O2 
Maka, CO2 = RQ x O2
Dengan CO2 di dalam udara normal adalah 0.0.3%
0.0003 Q   +   ( RQxO2)   = 0.005 cfm
0.0003 Q   +   ( 1.0 x 0.1)   = 0.005 cfm
Q =    =21.3 ccfm = 0.0001 m3/detik
Dari kedua cara perhitungan tadi, yaitu berdasarkan atas kandungan oksigen minimum 19,5 % dalam udara pernafasan dan kandungan karbondioksida sebesar 0,5 % dalam udara untuk pernafasan, diperoleh angka kebutuhan udara segar bagi pernafasan seseorang sebesar 6,7 cfm dan 21,3 cfm. Dalam hal ini tentunya yang digunakan sebagai angka kebutuhan seseorang untuk pernafasan.
Dalam merancang kebutuhan udara untuk ventilasi tambang digunakan angka kurang lebih sepuluh kali lebih besar, yaitu 200 cfm per orang (= 0,1 m3/detik per orang).

Gas-gas Pengotor 
Udara pada kenyataaanya merupakan kombinasi atau campuran beberapa gas. Ada beberapa macam gas pengotor dalam tambang maupun berasal batuan atau bahan galiannya. Peledakan yang diterapkan dalam tambang untuk pemberaian, demikian juga mesin-mesin yang digunakan dalam tambang merupakan sumber gas pengotor. Gas-gas pengotor yang ada di dalam tambang bawah tanah tersebut ada yang bersifat beracun atau gas berbahaya. Gas beracun, yaitu gas yang bereaksi dengan darah dan dapat menyebabkan kematian. Sedangkan gas berbahaya adalah gas yang dapat menyebabkan bahaya, baik terhadap manusia maupun terhadap hal-hal lain, misalnya menyebabkan peledakan. 
Karbon Dioksida
Gas ini tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mendukung  nyala api juga  bukan merupakan gas racun. Gas ini lebih berat dari pada udara, karenanya selalu terdapat pada bagian bawah dari suatu jalan udara. Dalam udara normal kandungan CO2  adalah 0,03 %. Dalam tambang bawah tanah sering terkumpul pada bagian bekas-bekas penambangan terutama yang tidak terkena aliran ventilasi, juga pada dasar sumur-sumur tua. Sumber dari CO2 berasal dari hasil pembakaran, hasil peledakan atau dari lapisan batuan dan dari hasil pernafasan manusia. 
Tabel 3.3 Pengaruh kelebihan CO2 terhadap Fisiologis Manusia
Kandungan CO2 Pengaruh
% Laju pernafasan manusia mulai meningkat 
3 % Laju pernafasan menjadi dua kali lipat dari keadaan normal
5 % Laju pernafasan menjadi tiga kali lipat dari keadaan normal
10 % Manusia hanya dapat bertahan beberapa menit
Metana (CH4)
Gas metana ini merupakan gas yang selalu berada dalam  tambang batubara dan sering merupakan sumber dari suatu peledakan tambang. Campuran gas methan dengan udara disebut ‘Firedamp’. Apabila kandungan methan dalam udara tambang bawah tanah mencapai 1 % maka seluruh hubungan mesin listrik harus dimatikan. Gas ini mempunyai berat jenis yang lebih kecil dari pada udara dan karenanya selalu berada pada bagian atas dari jalan  udara. 
Karbon Monoksida
Gas karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak  berbau dan tidak ada rasa, dapat terbakar dan sangat beracun. Gas ini banyak dihasilkan pada saat terjadi kebakaran pada tambang bawah tanah dan menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Gas ini mempunyai afinitas yang tinggi terhadap haemoglobin darah, sehingga sedikit saja kandungan gas CO  dalam udara akan segera bersenyawa dengan butir-butir  haemoglobin (COHb) yang akan meracuni tubuh lewat darah.  Afinitas CO terhadap haemoglobin menurut penelitian (Forbes and Grove, 1954) mempunyai kekuatan 300 kali lebih besar dari pada oksigen dengan haemoglobin. Gas CO dihasilkan dari hasil pembakaran, operasi motor bakar, proses peledakan dan oksidasi lapisan batubara. 
Hidrogen Sulfida (H2S)
Gas ini sering disebut juga ‘stinkdamp’ (gas busuk) karena  baunya seperti bau telur busuk. Gas ini tidak berwarna, merupakan gas racun  dan dapat meledak, merupakan hasil dekomposisi dari senyawa belerang. Gas ini mempunyai berat jenis yang sedikit lebih berat dari udara. Merupakan gas yang sangat beracun dengan ambang batas (TLV-TWA) sebesar 10 ppm pada waktu selama 8 jam terdedah (exposed) dan untuk waktu singkat (TLV-STEL) adalah 15 ppm. Walaupun gas H2S mempunyai bau yang sangat jelas, namun kepekaan terhadap bau ini akan dapat rusak akibat reaksi gas H2S terhadap syaraf penciuman. 
Sulfur Dioksida
Sulfur dioksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak bisa terbakar. Merupakan gas racun yang terjadi apabila ada senyawa belerang yang terbakar. Lebih berat dari pada udara, dan akan sangat berbahaya bagi mata, hidung dan tenggorokan. Harga ambang batas ditetapkan pada keadaan gas = 2 ppm (TLV-TWA) atau pada waktu terdedah yang singkat (TLV-STEL) = 5 ppm.
Nitrogen Oksida (NOx)
Gas nitrogen oksida sebenarnya merupakan gas yang ‘inert’, namun pada keadaan tekanan tertentu dapat teroksidasi dan dapat menghasilkan gas yang sangat beracun. Terbentuknya dalam tambang bawah tanah sebagai hasil peledakan dan gas buang dari motor bakar. NO2  merupakan gas yang lebih sering terdapat dalam tambang dan merupakan gas racun. Harga ambang batas ditetapkan  5 ppm, baik untuk waktu terdedah singkat maupun untuk waktu 8 jam kerja. Oksida nitrogen yang merupakan gas racun ini akan bersenyawa dengan kandungan air dalam udara membentuk asam nitrat, yang dapat merusak paru-paru apabila terhirup oleh manusia. 
Hidrogen 
Hidrogen merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak memiliki rasa, tidak beracun dan paling ringan diantara semua gas yang ditemukan di bawah tanah. Sumber dari pada hidrogen bawah tanah berasal dari proses pengisian aki (battery), aksi air atau uap pada material panas, dan aksi asam pada logam. Hidrogen sangat mudah meledak mempunyai rending ledak 4-7% di udara. 
Radon
Radon adalah gas secara kimia termasuk inert, bersifat radio aktif hasil dari disintegrasi radium. Didapatkan terutama dalam tambang uranium. Walaupun sejumlah jejak ditemukan pada tambang lain, termasuk tambang batubara. Radon difusi dari lapisan batuan ke dalam lingkungan tambang, dimana kerusakan lingkungan berlanjut. 
Debu 
Debu adalah merupakan kategori kedua dari udara kotor yang mempunyai bahaya yang sangat besar seperti halnya dengan gas-gas tambang. Debu yang dihasilkan dalam operasi tambang bawah tanah dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi para pekerjanya. Debu-debu yang berbahaya terutama bagi pernafasan terdapat dalam udara sebagai aerosol (adalah dispersi/sebaran partikel-partikel cairan atau padatan yang berukuran mikroskopik dalam media gas). 
Partikel debu yang sering dijumpai di alam biasanya terdiri dari partikel-partikel yang berukuran > 40 µ (micron). Sedangkan partikel terkecil yang dapat dilihat melalui mikroskop adalah 0,25 µ. Kurang dari 80 % debu hasil dari operasi tambang mempunyai ukuran partikel sekitar dibawah 1 µ.
Partikel debu, baik yang dapat menimbulkan efek patologis atau terbakar, umumnya berukuran < 10 mikron. Sedangkan partikel debu berukuran < 5 µ diklasifikasikan sebagai debu yang terhisap (respirable dust). Partikel debu dengan ukuran > 10 µ sangat sulit untuk tersuspensi di udara dalam waktu yang lama, kecuali kecepatan aliran udara yang sangat tinggi. Partikel debu yang sering dijumpai di tambang bawah tanah mempunyai ukuran rata-rata 0,5 – 3 µ. Sifat atau ciri-ciri debu tambang yang sangat berbahaya bagi kesehatan adalah :
Debu yang berukuran <10 µ mempunyai akibat yang serius bagi kesehatan dan tidak mempunyai tanda-tanda identitas di udara
Partikel debu yang berukuran antara 0,5 – 3 µ, aktivitas kimia akan bertambah dengan bertambahnya luas permukaan partikel.
Dapat menimbulkan bahaya ledakan misalnya debu yang terdapat ditambang batubara. Debu yang mengakibatkan bahaya ledakan dapat mencapai ukuran 1 mm baik yang berada diluar maupun yang telah mengendap.
Sumber debu utama terbesar adalah peledakan, penggalian, kegiatan pemboran dan sumber debu yang kedua adalah yang berhubungan dengan penanganan bijih atau bahan galian serta pemindahannya, terdiri dari: penanganan bahan galian yaitu pekerjaan-pekarjaan crushing (pemecahan), grinding, pencampuran, pengayakan, pengepakan dan lain-lain. Sedangkan proses pemindahan mencangkup pengangkutan bahan galian yang berbentuk butiran oleh truk, conveyor, lori pengepakan dan lain-lain.

Suhu dan Kelembaban 
Ventilasi digunakan untuk memenuhi persyaratan kenyamanan kerja di tambang bawah tanah yang kelanjutannya dapat meningkatkan efesiensi kerja dan produksi. Panas dan kelembaban mempengaruhi manusia dalam beberapa hal, yakni menurunkan efesiensi, menimbulkan kecerobohan dan kecelakaan serta menyebabkan sakit dan kematian. 
Sumber-sumber Panas
Terdapat sembilan sumber panas utama dalam tambang bawah tanah, urutan empat teratas  merupakan sumber panas yang paling utama  dan mampu menciptakan ketidaknyamanan di area kerja tambang antara lain :
Autokompresi
Proses dari autokompresi hampir sama dengan proses yang dialami oleh udara pada sistem kompressor. Autokompresi terjadi disaat udara memasuki tambang melalui shaft sehingga udara akan mengalami kompresi dan pemanasan saat mengalir ke bawah. Jika tidak ada transfer panas dan kelembaban udara  yang ada di shaft, maka proses autokompresi akan berlangsung secara adiabatik. Ketika udara atau fluida mengalir turun, maka energi potensialnya akan diubah menjadi entalpi yang akan meningkatkan tekanan, energi dalam hingga temperaturnya. 
Batuan 
Temperatur batuan naik saat kedalaman tambang bertambah akibat adanya tekanan yang semakin besar. Dalam menentukan panas yang dihasilkan oleh batuan, diperlukan data-data seperti konduktivitas batuan, diffusivitas batuan dan temperatur batuan alami (virgin rock temperature).
Air Bawah Tanah 
Semua air bawah tanah, terutama yang berasal dari rekahan yang panas dan batuan reservoir panas, adalah sumber panas yang cukup besar di tambang. Karena air dan panas berasal dari batuan sekitar ataupun sumber geothermal, temperatur air akan sama dengan batuan bahkan dapat lebih tinggi. Panas yang berasal dari air umumnya berpindah ke udara tambang melalui evaporasi yang meningkatkan panas laten dari udara tersebut. Proses evaporasi yang terjadi di tambang dapat diminimalisasi dengan cara melakukan grouting pada batuan, isolasi sumber air masuk dan juga membuat saluran air ditches ataupun pipa untuk meyalurkan air yang sudah masuk keluar tambang. Selain itu, panas laten yang cukup besar juga dapat berasal dari evaporasi service water (air pengeboran) yang disebut dengan mine water, yang dipanaskan oleh batuan sekitar. 
Peralatan Listrik 
Hampir semua alat listrik menambah panas ke udara tambang karena adanya rugi daya dan hampir semua rugi daya tersebut dikonversikan secara langsung menjadi panas. Salah satu upaya untuk mengurangi panas yang bertambah di dalam tambang adalah dengan meletakkan alat-alat kelistrikan ( main fan, pompa, kompressor) di permukaan tambang. Kenaikan temperatur dry-bulb yang melewati fan axial adalah sekitar 1.8°C/Pa dan 0.9°C/Pa.
Peralatan Mesin 
Biasanya suatu mesin diesel memproduksi panas tiga kali lebih besar dari besar daya masukan listrik mesinnya. Hal ini dapat didemonstrasikan dengan menganggap bahwa laju dari konsumsi bahan bakar per kW adalah 0,3 liter.
Metabolisme Manusia 
Panas dari tubuh manusia dibuang secara kontinu dengan proses transfer panas. Hasilnya adalah penambahan kalor laten dan kalor sensibel pada udara tambang namun pada jumlah yang kecil. Panas yang dihasilkan oleh pekerja disebabkan tubuh mengeluarkan panas untuk menyeimbangkan kondisi tubuh terhadap lingkungan. Panas yang dihasilkan bergantung untuk tipe pekerjaan yang sedang dilakukan, yaitu 100 W untuk pekerjaan ringan, 400 W untuk pekerjaan sedang dan 600 W untuk pekerjaan berat.

Oksidasi
Efek dari oksidasi di tambang batubara dan sulfur biasanya menjadi hal yang perlu diperhatikan. Oksidasi yang terjadi pada tambang tersebut akan mempunyai heat load yang cukup besar tergantung dari besar penurunan volume oksigen yang ada. 
Peledakan 
Panas yang dihasilkan dari peledakan sangat bergantung dari tipe bahan peledak yang digunakan dan densitas bahan peledak untuk sekali peledakan. Umumnya panas yang dilepaskan untuk peledakan di tambang bawah tanah berkisar di 3700 kj/kg ANFO yang digunakan atau sekitar 5800 kJ/kg nitro-glyserine. Saat peledakan, 50 % - 90% energi yang dilepaskan terjadi dalam bentuk panas. Akan tetapi, menghitung jumlah kalor yang dilepaskan ke udara tambang pada kenyataan cukup sulit dilakukan karena kebanyakan dari kalor tersebut langsung diserap oleh batuan sekitar.
Pergerakan Batuan 
Pergerakan batuan meruapakan sumber panas yang sulit untuk dikuantifikasi. Metode caving maupun jatuhnya ore di stope adalahnya yang umumnya menyebabkan panas dari pergerakan batuan. Masalah ini dapat diatasi jika diketahui massa, jarak dan faktor gesek, tetapi perhitungan secara eksak dianggap tidak memungkinkan. Bahkan diragukan 1% pun dari panas yang terbentuk dilepaskan ke udara karena panas tersebut lebih banyak diserap oleh batuan itu sendiri.
Pipa
Pipa yang membawa air bisanya lebih panas daripada mine air dan kemudian akan memberikan panas ke udara. Air atau drainage water biasanya satu-satunya air  yang cukup hangat yang ada di pipa tambang bawah tanah. Kuantifikasi transfer panas dari pipa cukup sulit dilakukan, dan kenaikan maupun penurunan panasyang terjadi bisanya diabaikan.   

Perhitungan Suhu
Terdapat beberapa parameter dalam perhitungan suhu, yakni temperatur cembung kering, temperatur cembung basah, suhu efektif, dan suhu global bola basah. 
Temperatur Cembung  Kering (Dry Bulb Temperature) 
Temperatur yang ditunjukkan oleh thermometer kering konvesional. Diukur dalam Fahrenheit (Fo) atau Celcius (Co).
Temperatur Cembung Basah ( Wet Bulb Temperature) 
Temperatur dimana air menguap ke udara yang dapat membuat udara menuju jenuh adibatis pada temperatur tersebut. Ditunjukkan oleh thermometer dalam selubung basah dan berada dalam aliran udara dengan kecepatan paling tidak 10 ft/det (m3/det). Diukur dalam Fahrenheit (Fo) atau Celcius (Co).
Wet bulb temperature maksimum yang diperbolehkan untuk keselamatan dan kefektivitasan kerja beragam disetiap tambang. Umumnya 87°F – 90°F adalah batas yang masih diperbolehkan.  
Suhu efektif (Temperature Effective) 
Tubuh manusia bereaksi terhadap panas dan selalu mencoba untum mempertahankan temperaturnya sekitar 37oC dengan cara mengeluarkan panas melalui cara konveksi, radiasi, dan evaporasi. Namun tubuh manusia akan menerima panas lagi begitu produksi metabolismenya naik, penyerapan panas dari lingkungan atau kombinasi kedua faktor tersebut. Sistem syaraf sentral akan selalu bereaksi untuk menjalankan mekanisme pendinginan secara alamiah. Akan tetapi, bila sistem syaraf sentral tidak dapat bekerja karena satu sebab dan lainnya, dapat menyebabkan sakit dan kematian. 
Bila seseorang istirahat di dalam ruangan dengan kondisi udara jenuh, maka batas kemampuannya utnuk beradaptasi hanya akan mencapai temperatur 90oF (32oC). Namun bila ruang tersebut dialiri udara denagn kecepatan 200 fpm maka batas temperaturnya dapat naik hingga 95oF (35oC). sedangkan temperatur normal utnuk seseorang dapat bekerja dengan nyaman adalah 26-27oC
Perbedaan antara temperatur cembung kering dan cembung basah menyatakan faktor kenyamanan di dalam udara lembab. Agar seseorang dapat bekerja dengan nyaman di lingkungan udara dengan kelembaban relatif 80% maka diperlukan perbedaan td-tw sebesar 5oF (2.8oC).  Kecepatan aliran udara merupakan faktor utama dalam mengatur kenyamanan lingkungan kerja. Kecepatan aliran udara sebesar 50-500 fpm (0.8-2.5 m/det) dapat memperbaiki tingkat kenyamanan ruang kerja yang panas dan lembab. 
Nilai suhu efektif dapat diketahui dengan cara memplot kedua temperatur kering (dry bulb temperature) - temperatur basah (wet bulb temperature) dan kecepatan aliran udara di  grafik pada gambar 3.4 . Namun sebelum diplot pada grafik, satuan suhu harus dikonversikan terlebih dahulu ke dalam bentuk fahrenheit. Begitupula dengan satuan kecepatan harus dikonversikan terlebih dahulu ke dalam bentuk fpm. 
Langkah pertama yang harus dilakukan untuk mendapatkan nilai temperatur efektif adalah dengan cara menarik garis yang menghubungkan antara temperatur bola basah (dry bulb temperature) dengan temperatur bola basah (wet bulb temperature), langkah selanjutnya adalah menarik garis yang menghubungkan antara kecepatan udara dalam satuan fpm dan kecepatan 100 fpm.  Hasil perpotongan antara garis penghubung antara suhu kering dan suhu bola basah dengan garis kecepatan udara diperoleh nilai suhu efektif. Berikut merupakan salah satu contoh perhitungan suhu efektif. 
Td = 85 oF Tw = 85 oF V = 100 fpm
Maka nilai suhu efektif (Te) adalah sebesar 81 oF sebagai mana tercantum pada grafik berikut ini. Garis biru mennunjukkan hubungan antara temperatur kering dan temperatur basah. Sedangkan garis kuning menunjukkan perpotongan skala kecepatan pada kecepatan 100 fpm.  Garis merah menunjukkan besarnya suhu efektif yang merupakan perpotongan antara garis kuning dan biru.
Dalam menduga temperatur efektif dari suatu kondisi  td-tw serta kecepatan aliran udara tertentu dapat menggunakan grafik dibawah ini: 
   
Gambar 3.4 Grafik Perhitungan Suhu Efektif
Setelah temperatur mencapai tingkat tertentu, seseorang akan kehilangan efisiensinya, dan bila temperaturnya naik lagi maka dia akan mengalami gangguan fisiologi. Tubuh manusia memiliki keterbatasan dalam menerima panas sebelum sistem metabolismenya berhenti. 
Efisiensi kerja seseorang bergantung langsung kepada temperatur ambient dan akan berkurang/menurun bila temperaturnya berada diluar rentang 68 – 72 0F. hubungan antara efisiensi kerja dengan temperatur efektif dapat dilihat pada gambar 3.4 berikut. 







Gambar 3.5 Hubungan antara Efisiensi Kerja dan Temperatur Efektif
Dalam kondisi panas, tujuan ventilasi adalah mengeluarkan hawa panas dan uap air dengan laju yang sesuai, sehingga temperatur dan kelembaban udara yang dikondisikan memungkinkan pekerja juga melepaskan panas tubuhnya saat bekerja. Kedua faktor tersebut (panas dan kelembaban) harus dikondisikan secara bersamaan. 
Suhu Global Bola Basah (WBGT) 
Suhu Global Bola Basah merupakan komposisi suhu yang digunakan untuk memperkirakan efek temperatur, kelembaban, kecepatan angin, dan radiasi matahari pada manusia. Temperatur bola basah setara dengan apa yang dirasakan saat kulit basah terkena udara bergerak. 
Para peneliti menghitung bahwa manusia dan sebagian besar mamalia, yang memiliki suhu tubuh internal mendekati 98,6 derajat Fahrenheit, pada suhu bola basah di atas 95 derajat terus-menerus selama enam jam atau lebih, akan mengalami tingkat panas yang berpotensi mematikan.
Nilai WBGT dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini: 
WBGT= 1.102 Te - 3.24

Gambar 3.6  Grafik WBGT
Pengendalian Kuantitas Udara Tambang
Pada dasarnya tujuan dari Ventilasi adalah menyalurkan udara yang cukup kedalam tambang melalui lubang bukaan tambang atau melalui pipa. Panjang jalur yang harus dilalui oleh udara yang dikirimkan dari permukaan tambang bawah tanah dapat menyebabkan proses ventilasi menjadi sangat mahal dan sulit. Pemahaman terhadap teori aliran udara memerlukan pengetahuan tentang mekanika fluida, karena pada prinsipnya ventilasi tambang merupakan aplikasi prinsip-prinsip dinamika fluida. 
Untuk mengetahui arah aliran udara, maka harus mengetahui kondisi-kondisi yang mempengaruhinya: 
Tempat dengan perbedaan tekanan, yaitu udara akan mengalir dari tempat bertekanan tinggi ke tempat bertekanan lebih rendah
Udara mengalir dari tempat yang kerapatannya tinggi ke tempat yang kerapatannya rendah 
Udara mengalir dari tempat yang temperaturnya rendah ke tempat yang temperaturnya tinggi
Udara mengalir lebih mudah ke tempat dengan resistensi yang rendah dibandingkan dengan tempat dengan resistensi tinggi
Pengendalian kuantitas berkaitan dengan beberapa masalah seperti,  perpindahan udara, arah aliran, dan jumlah aliran udara. Dalam pengendalian kualitas udara tambang baik secara kimia atau fisik,  udara segar perlu dipasok dan pengotor seperti debu, gas, panas, dan udara lembab harus dikeluarkan oleh sistem ventilasi.  
Dengan memperhatikan beberapa faktor tersebut diatas, maka kebutuhan udara segar di tambang bawah tanah kadang-kadang lebih besar dari pada 200 cfm/orang atau bahkan hingga 2.000 cfm/orang. Kondisi tambang bawah tanah saat ini sudah banyak yang menyediakan aliran udara untuk sebanyak 10 – 20 ton udara segar per ton mineral tertambang. 
Sesuai dengan Menurut SK. Mentamben, dibutuhkan minimal 2 m3/menit (70,63  cfm) per orang sedangkan kebutuhan alat mencapai 3 m3/menit tiap HPnya. Berikut merupakan tabel yang menunjukkan contoh kebutuhan udara pekerja dan alat berat: 
Tabel 3.4. Kebutuhan Udara Pekerja dan Alat Berat
Alat/
Personil Daya Konstanta HP Daya (Hp) Standar Kebutuhan Udara Kebutuhan Udara permenit Kebutuhan Udara perdetik
Pekerja 2 2 0.033
LHD Toro 120 1.34 322.2 3 483.3 8.055
Jumbo Drill 47 1,34 126,2 3 378,6 6,30

Terdapat beberapa langkah dalam mengestimasi kebutuhan udara di tambang bawah tanah. Langkah-langkah terpenting dalam merencanakan kuantitas udara di tambang, yakni: 
Menentukan aktivitas yang memerlukan penyaliran udara: development, pengeboran, penyanggaan, peledakan, transportasi, dan sebagainya. Data yang dikumpulkan harus lengkap termasuk tempat-tempat yang akan dikunjungi oleh manusia. 
Membuat standar perencanaan ventilasi untuk setiap aktivitas. Standar ini harus mempertimbangkan kualitas udara dan substansi berbahaya yang dihasilkan di lokasi kerja, termasuk kebutuhan udara bersih. Standar ventilasi tambang yang baik setidaknya memiliki hal-hal berikut: 
Jenis kegiatan 
Metode ventilasi sekunder dan tambahan 
Jumlah peralatan-peralatan berat berbahan bakar diesel di daerah kerja
Laju metabolisme manusia pada saat bekerja di tempat kerja (W/m2)
kuantitas dan kecepatan udara optimal di masing-masing lingkungan kerja.  
Setelah mengembangkan standar-standar perencanaan ventilasi, hasil kebutuhan-kebutuhan ventilasi didapatkan. 
Volume / debit  dari udara (Q) yang melalui titik tertentu pada saluran udara atau pipa tiap detik didefinisikan sebagai hasil perkalian antara besar kecepatan rata-rata aliran udara (V) dengan luas penampang dari saluran udara atau pipa (A).
Q = V x A
Prinsip Pengaliran Udara Serta Kebutuhan Udara Tambang
Head loss terjadi karena adanya aliran udara akibat kecepatan (Hv), gesekan (Hf) dan tikungan saluran atau perubahan ukuran saluran (Hx). Jadi dalam suatu sistem ventilasi distribusi head loss dapat disederhanakan sebagai berikut :  

HT = Hv +Hs
Velocity Head (Hv)
Walaupun bukan merupakan suatu head loss, secara teknis dapat  dianggap suatu kehilangan. Velocity head merupakan fungsi dari kecepatan aliran udara, yakni:
Hv = V2/2g
Dimana: 
Hv = Velocity head
v = Kecepatan Aliran Udara (m2/s)
g = percepatan gravitasi
Friction Loss
Besarnya head loss akibat gesekan dalam aliran udara melalui lubang bukaan di tambang bawah tanah sekitar 70 % hingga 90 % dari total kehilangan (head loss). Friction loss merupakan fungsi dari kecepatan aliranudara, kekasaran muka lubang bukaan, konfigurasi  yang ada di dalam lubang bukaan, karakteristik lubang bukaan dan dimensi lubang bukaan.  Persamaan mekanika fluida untuk friction loss pada saluran berbentuk lingkaran adalah:
Hf = F (L/D)(V2/2g)

Dimana : 
L= panjang saluran 
D= diameter saluran 
V= kecepatan udara
F = Koefsien Gesekan 
Untuk friction loss pada ventilasi tambang (dikenal sebagai rumus Atkinson) didapat sebagai berikut :
Hf  =   
Dimana :
Hf = friction loss (inch water)
V = kecepatan aliran
K = faktor gesekan untuk densitas udara standar (lb.men2/ft4)
A = luas penampang saluran (ft2)
P = keliling saluran (ft)
L = panjang saluran (ft)
Q = debit udara (cfm) 
Berikut merupakan tabel yang menunjukkan besar koefesien gesekan terhadap berbagai jenis saluran
Tabel 3.5  Nilai Faktor Friksi
  Friction Factor (kg/m3)
Pipe or tubing Good, New Average, Used
Steel, wood, fiberglass (rigid) 0,0028 0,0037
Jute, canvas, plastic (flexible) 0,0037 0,0046
Spiral type canvas 0,0042 0,0051
Hartman, 1982
Shock Loss
Shock loss terjadi sebagai akibat dari adanya perubahan arah aliran dalam saluran atau luas penampang saluran udara dan merupakan tambahan terhadap friction losses. Walaupun besarnya hanya sekitar 10 % - 30 % dari head loss total di dalam ventilasi tambang, tetapi tetap harus diperhatikan.  
Kombinasi Friction Loss dan Shock Loss
Head loss atau head statis  merupakan jumlah dari friction loss dan shock loss, maka ; 
HL  =  Hf  +  Hx=   
Le merupakan panjang equivalen yang dipengaruhi oleh shock loss dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Le =   
Sedangkan XT atau shock loss total dapat dihitung dengan menggunakan rumus: 
XT = X x k
Dengan 
X = Shock loss (r/d) didapatkan dengan menggunakan grafik 3.3
k  = faktor koreksi didapatkan dengan menggunakan grafik 3.3

Gambar 3.7 Chart shock loss faktor untuk tikungan 90°, cross section lingkaran (McPherson)


Gambar 3.8 Chart faktor koreksi untuk tikungan dengan sudut selain 90°, baik itu cross section lingkaran maupun rectangular (McPherson)

Total Headloss (HT)
Head loss total merupakan hasil penjumlahan head loss statis dan headloss velocity. Oleh karena itu, head loss total dapat dihitung dengan menggunakan rumus: 
HT =HV +HL
Permasalahan-permasalahan di Ventilasi Tambang 
Terdapat berbagai macam masalah yang terjadi di tambang bawah tanah berkaitan dengan penyaliran udara atau ventilasi tambang. Umumnya permasalahan-permasalahan tersebut berkaitan dengan kualitas udara tambang, yakni: 
Kurangnya laju aliran udara 
Suhu atau temperatur 
Suhu yang tidak ideal menjadi permasalahan utama di tambang bawah tanah, baik suhu yang terlalu tinggi maupun rendah. 
Kelembaban yang tinggi 
Adanya gas-gas berbahaya atau gas beracun


Penyelesaian permasalahan-permasalahan di Ventilasi Tambang 
Terdapat dua metode utama pengendalian panas di tambang bawah tanah, yaitu: 
Meningkatkan laju aliran udara
Reaksi manusia terhadap kondisi temperatur dan kelembaban sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin. Bila angin kencang maka akan lebih banyak udara basah yang  hangat di dekat permukaan kulit dipindahkan, evaporasi terjadi, sehingga seseorang akan merasa menjadi lebih dingin.
Refrigeration
Telah ada berbagai macam penyelesaian masalah ventilasi tambang. Berikut merupakan beberapa metode yang digunakan: 
Meningkatkan kapasitas ventilasi utama (dari permukaan)
Meningkatkan kapasitas ventilasi tambang bawah tanah dengan mengontrol resirkulasi udara untuk meningkatkan laju dan kapasitas udara. 
Mengurangi jumlah broken ore yang tertinggal di bawah tanah di dalam stope dan bins.
Mengubah alat berat berbahan bakar diesel ke listrik
Menyediakan air minum slightly saline (0.1%) untuk para pekerja
Menyediakan air-conditioner di ruang tempat peristirahatan 
Menyediakan ice vests untuk para pekerja











BAB IV
TUGAS KHUSUS
Judul Tugas Khusus
Tugas Khusus di PT. Aneka Tambang Tbk. UPBE Pongkor  Ini Berjudul “Kajian Rencana Perubahan Sistem Jaringan Ventilasi di Ramp Up Kubang Cicau Vein Utara PT. Aneka Tambang Tbk. UBPE Pongkor”.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus
Tugas khusus dilaksanakan di PT. Aneka Tambang Tbk. UPBE Pongkor, Departemen Mine Plan  and Development di ramp up Kubang Cicau Vein Utara  selama hampir dua  bulan terhitung sejak tanggal  03 Agustus – 30 September 2015.
Objek Tugas Khusus
Objek tugas khusus adalah sistem ventilasi tambang di Ramp Up Kubang Cicau Vein Utara.
Latar Belakang Tugas Khusus
Kubang Cicau Vein Utara merupakan salah satu lokasi penambangan PT. Antam Tbk. UBPE Pongkor yang memiliki beberapa front kerja dan akses jalan yang sering dilalui oleh pekerja dan alat berat sehingga membutuhkan suatu sistem ventilasi yang baik  untuk mengalirkan udara agar kebutuhan udara untuk pekerja, alat, serta untuk mengencerkan gas-gas dan debu berbahaya dapat terpenuhi. Dibutuhkan suatu pengukuran untuk memastikan kualitas dan kuantitas udara di lokasi tersebut sesuai dengan standard udara untuk tambang bawah tanah. Bila kuantitas dan kualitas udara nya tidak memenuhi standard maka diperlukan suatu rencana perbaikan agar kebutuhan udara dapat terpenuhi. 
Ramp Up Kubang Cicau Vein Utara level 500 merupakan salah satu area kerja di tambang Kubang Kicau yang memiliki front dengan temperatur dan kelembaban relatif tinggi, yaitu mencapai 32,3oC dan 100%. Kondisi ini banyak dikeluhkan oleh para pekerja yang merasa kurang nyaman dengan temperatur dan kelembaban yang tinggi. Selain itu, kesehatan pekerja juga menjadi terancam akibat kondisi ini. Oleh karena itu untuk memastikan temperatur yang bermasalah di Ramp Up Kubang Cicau Vein Utara maka diperlukan suatu pengukuran dan penelitian untuk mencari sumber permasalahan dan cara terbaik untuk menyelesaikan masalah temperatur serta parameter lainnya dari kuantitas dan kualitas udara tambang bawah tanah. Berdasarkan penjelasan di atas maka kerja praktik ini akan difokuskan pada “pengukuran kualitas, kuantitas serta rencana perubahan sistem jaringan ventilasi di Ramp Up Kubang Cicau Vein Utara I level 500 PT Antam Tbk. UBPE Pongkor Bogor, Jawa Barat”
Tujuan Tugas Khusus
Tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui debit aliran udara dan debit udara yang dibutuhkan di front kerja tambang Ramp Up Kubang Cicau Vein Utara serta merancang penyelesaian masalah agar kualitas dan kuantitas udara di lokasi tersebut sesuai dengan standard udara untuk tambang bawah tanah.
Metodologi Pelaksanaan Tugas Khusus
Penulisan dilakukan dengan cara menggabungkan antara teori dengan data-data yang didapat dari lapangan. Berikut merupakan tahapan dalam metodologi penelitian :
Perumusan dan pembatasan masalah, yaitu merumuskan masalah yang akan dijadikan bahan penelitian serta membatasi masalah yang dikaji untuk lebih mengkhususkan permasalahan agar penelitian yang dilakukan tidak meluas dan pengambilan data yang dilakukan bisa lebih efektif sesuai tujuan penelitian.
Studi literatur, dilakukan dengan cara mencari bahan-bahan penunjang, seperti :
Literatur di perpustakaan
Laporan penelitian yang pernah dilakukan terdahulu
Referensi dari internet
Peta, grafik dan table yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.
Pengamatan atau observasi lapangan, dilakukan dengan cara meninjau langsung ke lapangan yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
Melakukan pengamatan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan rumusan permasalahan yang ada.
Menentukan lokasi tempat pengamatan termasuk tempat-tempat pengambilan data  yang mewakili keseluruhan permasalahan.
Pengambilan data lapangan yaitu kegiatan pengambilan data secara langsung di lapangan. Pengambilan data, terdiri dari :
Temperatur cembung kering (Td)
Temperatur cembung basah (Tw)
Kelembaban udara (RH)
Kecepatan aliran udara (V)
Global temperature (Tg)
Tekanan (P) dan ketinggian (altitude)
Wet bulb global temperature (wbgt)
Luas lubang bukaan tempat pengambilan data. 
Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan baik dengan beberapa perhitungan ataupun penggambaran yang selanjutnya akan direalisasikan dalam bentuk perhitungan, grafik-grafik, ataupun  tabel yang menuju perumusan penyelesaian masalah.
Analisa data 
Melakukan analisa data hasil dari pengolahan data dan memberikan alternatif  penyelesaian masalah guna mencapai tujuan hasil akhir.
Menarik kesimpulan
Kesimpulan akan diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil pengolahan data-data yang ada dengan permasalahan yang diteliti. Dengan adanya kesimpulan berarti  telah diperoleh hasil akhir sebagai pemecahan masalah yang diteliti. 
Pembuatan laporan, yang mana merupakan bentuk tanggung jawab dari peneliti yang telah melakukan penelitian

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN 
5.1. Peralatan dan Perlengkapan
Berikut merupakan peralatan dan perlengkapan yang digunakan selama pengambilan data :
1. Anemometer 
Anemometer merupakan alat atau perangkat yang digunakan untuk melakukan pengukuran kecepatan udara.  Anemometer yang digunakan adalah anemometer merk kestrel 4400 Heat Stress Tracker. Selain untuk pengukuran kecepatan udara, anemometer kestrel juga dapat dipergunakan untuk mengukur suhu, tekanan, ketinggian, dan kelembaban relatif di dalam tambang. Alat ini memiliki kincir angin yang sangat ringan dan gesekannya kecil, dimana baling-balingnya terbuat terbuat dari pelat aluminium dan membentuk sudut 42o-44o terhadap arah poros.

            





Gambar 5.1 Anemometer kestrel 
2. Gas Detector 
Gas detector merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui kualitas udara yang berada dalam tambang. Alat tersebut berfungsi untuk mendeteksi dan mencatat gas yang membahayakan seperti CO, HCN dan gas lain yang terkandung dalam udara yang mengalir dalam tambang. Deteksi gas berbahaya sangat penting dilakukan guna menjaga keselamatan para pekerja yang berada dalam tambang. Untuk penanganan  gas-gas berbahaya dalam tambang, biasanya dilakukan langkah pengenceran gas. Pengenceran ini dilakukan dengan cara mengalirkan udara bersih dari luar tambang kedalam (lokasi) yang membahayakan, sehingga nantinya konsentrasi gas tersebut akan turun ke level yang tidak membahayakan. Langkah lain adalah dengan menghisap gas tersebut keluar lokasi tambang dengan exhaust fan. Selain itu untuk mengantisipasi kecelakaan ataupun kerugian akibat gas-gas berbahaya dalam tambang, para pekerja dalam tambang harus di lengkapi dengan masker yang berfungsi untuk pengamanan pernafasan.







Gambar 5.2 Gas detector
3. Distometer 
Distometer digunakan untuk melakukan pengukuran luas penampang lubang bukaan tambang. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur dimensi lebar dan tinggi dari suatu bukaan. Untuk memastikan keakuratan pengukuran biasanya dilakukan berulang kali, kemudian hasil pengukuran tersebut dirata-ratakan agar diperoleh hasil yang mendekati keadaan yang sebenarnya. Distometer ini dilengkapi dengan laser yang ketika pengukuran dilakukan maka laser tersebut akan ditembakkan ke batas jarak yang diinginkan, kemudian lebar atau tinggi suatu penampang akan tercatat pada distometer. 













Gambar 5.3 distometer
4. Sling Psychrometer 
Sling Psychrometer digunakan untuk mengukur beberapa variabel dari kualitas udara tambang. Pada alat tersebut terdapat dua buah thermometer dalam skala derajat Celsius (oC) yang diletakkan berdampingan. Hasil pengukuran berupa temperatur cembung kering (dry bulb tempereture) yang menunjukan panas sebenarnya, temperatur cembung basah (wet bulb temperature) yang menunjukkan temperature pada saat terja dipenguapan air, serta kelembaban relatif (relative humidity). Pengukuran dengan menggunakan sling psychrometer ini  dilakukan pada tempat yang sama pada saat pengukuran kecepatan aliran udara. 






Gambar 5.4 Sling Psychrometer 

5.2. Pengambilan dan Pengukuran Data 
5.2.1. Pengukuran & Pengambilan Data Temperatur dan Kelembaban Udara 
Pengukuran temperatur dan kelembaban udara dilakukan di area Kubang Cicau Vein Utara dan difokuskan pada beberapa lokasi seperti yang telah disebutkan pada sub bab 4.2. Alat yang digunakan untuk pengukuran temperatur dan kelembaban udara adalah  adalah sling psychrometer dan anemometer kestrel. 
1) Pengukuran temperatur dan kelembaban udara dengan anemometer kestrel
Pengukuran suhu dan kelembaban dengan menggunakan anemometer kestrel dapat dilakukan dengan cara memegang anemometer secara vertikal atau meletakkannya di atas penyangga. Hasil pengukuran temperatur dan kelembabannya ditunjukkan secara otomatis pada speedometer seperti yang terlihat pada gambar berikut ini. 
                                                

         








Gambar 5.5 Pengukuran temperatur dan kelembaban dengan anemometer kestrel
2) Pengukuran kelembaban dan temperatur dengan sling psychrometer
Pada alat sling terdapat dua buah termometer dalam skala celcius (OC) yang terletak berdampingan dengan bingkai. Pengukuran temperatur udara dengan menggunakan sling psycrometer dilakukan dengan cara membasahi salah satu ujung pangkal termometer, kemudian kedua termometer diayunkan dengan cara diputar-putar di udara seperti baling-baling selama waktu lebih kurang 2 menit, lalu dicatat hasil pembacaan tersebut yang menyatakan suhu bola basah (wet bulb temperature) dan suhu bola kering (dry bulb temperature). Sedangkan untuk mendapatkan kelembaban relatif dilakukan dengan cara merapatkan/ menempelkan  hasil pembacaan skala termometer basah dan kering pada skala yang terdapat pada alat. 










   







Gambar 5.6 Pengukuran temperatur dan kelembaban dengan sling psychrometer
Dari hasil pengambilan data baik menggunakan sling maupun anemometer didapat data kelembaban relatif dan temperatur dengan hasil yang sama.  Adapun hasil pengukuran temperatur dan kelembaban adalah sebagai berikut ini.
Tabel 5.1 Hasil pengukuran Td, Tw dan Tg
no Lokasi Td Tw Tg
oF oC oF oC oF oC
1 Access KKRB 1 84,38 29,1 84,74 29,3 81,86 27,7
2 Arah RC 1 84,2 29 84,2 29 84,92 29,4
3 X-Cut 519 Flatback ke Utara 90,14 32,3 90,14 32,3 89,42 31,9
4 Access 1 B 90,5 32,5 90,5 32,5 89,6 32
5 X-Cut 526 90,86 32,7 90,86 32,7 86,9 30,5
6 Arah Ramp Down 84,38 29,1 84,38 29,1 86,9 30,5
7 Mine Haulage Level 500 79,52 26,4 79,7 26,5 81,68 27,6
8 RC 2 85,46 29,7 85,46 29,7 85,82 29,9
9 Ramp Down 89,06 31,7 89,06 31,7 87,62 30,9
10 Access Ramp Down Vein Utara 93,38 34,1 93,38 34,1 93,74 34,3
11 X-Cut 519 sill B6 89.78 32.1 89.78 32.1 89 31.6 
Rata-rata 87.42 30.79 87.47 30.8 84.72 29.3 
 
Tabel 5.2 hasil pengukuran WBGT dan kelembaban relatif
  Lokasi WBGT H
Menggunakan
Peralatan Dengan 
Perhitungan
1 Access KKRB 1 27,9 26,146667 100
2 Arah RC 1 29 26,758889 100
3 X-Cut 519 Flatback ke Utara 32,1 32,268889 100
4 Access 1 B 32,4 31,656667 100
5 X-Cut 526 32,4 31,656667 100
6 Arah Ramp Down 29,6 27,371111 100
7 Mine Haulage Level 500 26,8 20,942778 100
8 RC 2 29,7 26,758889 100
9 Ramp Down 31,5 30,432222 100
10 Access Ramp Down Vein Utara 34 33,799444 100
11 X-Cut 519 sill B6 35 31.65 100
Rata-rata 30.94 29.04 100

WBGT adalah wet bulb global temperature (temperature global bola basah)   
5.2.2. Pengukuran Konsentrasi Gas-gas pengotor
Alat yang digunakan untuk mendeteksi gas-gas pengotor adalah gas detector. Cara kerjanya sederhana, pertama ketika detector mengukur konsentrasi gas di sebuah area, sensornya akan bereaksi terhadap gas kalibrasi yang akhirnya menunjuk pada skala tertentu. Tanda peringatan akan otomatis muncul ketika konsentrasi gas telah melewati batasan skala aman Konsentrasi gas berbahaya akan muncul pada layar gas detector dalam satuan ppm. 








Gambar 5.7 Hasil pengukuran konsentrasi gas pengotor dengan gas detector
Adapun hasil pengukuran dan pengambilan data gas-gas berbahaya yang terdapat di lokasi pengukuran adalah sebagai berikut :
Tabel 5.3  Hasil pengukuran konsentrasi gas pengotor
  Lokasi Gas-gas Pengotor
CO CO2 LEL H2S NO2 CH4
1 Access KKRB 1 0 0 0 0 0 0
2 Arah RC 1 0 0 0 0 0 0
3 X-Cut 519 Flatback ke Utara 0 0 0 0 0 0
4 Access 1 B 0 0 0 0 0 0
5 X-Cut 526 0 0 0 0 0 0
6 Arah Ramp Down 0 0 0 0 0 0
7 Mine Haulage Level 500 0 0 0 0 0 0
8 RC 2 0 0 0 0 0 0
9 Ramp Down 0 0 0 0 0 0
10 Access Ramp Down Vein Utara 0 0 0 0 0 0
11 X-Cut 519 sill B6 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0 0 0 0

5.2.3. Pengukuran dan Pengambilan Data Kecepatan Udara
Alat yang digunakan untuk melakukan kecepatan udara di lapangan merupakan anemometer kestrel. Pengukuran dilakukan dengan cara meletakkan alat di dalam aliran udara untuk memutar baling-baling, dimana kecepatan angin atau jarak tempuh aliran udara per satuan waktu dapat diperoleh dari jumlah putaran dalam waktu tertentu. Pengukuran dilakukan  dengan cara membagi lubang bukaan menjadi 9 bagian sebagai titik pengukuran. Pengukuran pada masing-masing titik dilakukan dengan cara mengambil rata-rata kecepatan selama 10 detik. Setelah pengukuran dilakukan pada setiap titik, kemudian hasil pengukuran pada   9 titik tersebut dihitung kembali rata-rata nya untuk mendapatkan hasil yang akurat.  Anemometer kestrel ini  ini bersifat digital dengan tampilan hasil pengukuran dengan satuan m/s jadi tidak berupa data kecepatan rpm terlebih dahulu, namun langsung hasilnya berupa m/s. Daerah kemampuan ukur alat anemometer kestrel ini  adalah 0,5-10 m/s. Kecepatan aliran udara di dalam tambang merupakan salah satu parameter dalam perhitungan kuantitas udara. 










Gambar 5.8 hasil pengukuran kecepatan udara menggunakan kestrel.
Berikut merupakan data hasil pengukuran kecepatan udara pada masing-maisng lokasi dengan menggunakan anemometer kestrel.


Tabel 5.4  hasil pengukuran kecepatan udara
  Lokasi V
m/s fpm
1 Access KKRB 1 0,42 82,677165
2 Arah RC 1 0,6 118,11024
3 X-Cut 519 Flatback ke Utara 0 0
4 Access 1 B 0,15556 30,622047
5 X-Cut 526 0,2 39,370079
6 Arah Ramp Down 0,3 59,055118
7 Mine Haulage Level 500 1.067 210
8 RC 2 0,87 171,25984
9 Ramp Down 0,51 100,3937
10 Access Ramp Down Vein Utara 0,86 169,29134
11 X-Cut 519 sill B6 0.2 39.37 
Rata-rata 0.47 92.74

5.2.4. Pengukuran dan Pengambilan Data Luas Penampang 
Pengukuran luas penampang di lapangan dilakukan dengan menggunakan alat distometer. Ada dua dimensi yang diukur yaitu dimensi lebar dan tinggi dari lubang tersebut. Untuk keakuratan dan mendekati luas lubang bukaan yang sebenarnya, maka sebaiknya pengukuran lebar dan tinggi tersebut masing masing dilakukan sebanyak tiga kali dengan posisi yang berbeda seperti kemudian hasilnya dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan dengan mengasumsikan bahwa lubang bukaan berbentuk persegi.  
Tabel 5.5 Hasil pengukuran luas penampang lubang bukaan
  Lokasi Area
h (m) w (m) A (m2)
1 Access KKRB 1 4 3 12
2 Arah RC 1 4,5 4,5 20,25
3 X-Cut 519 Flatback ke Utara 4 3,8 15,2
4 Access 1 B 3,8 3,9 14,82
5 X-Cut 526 3,26 3,8 12,388
6 Arah Ramp Down 3,5 4 14
7 Mine Haulage Level 500 3,9 8 31,2
8 RC 2 3 3,5 10,5
9 Ramp Down 3,6 3,9 14,04
10 Access Ramp Down Vein Utara 3,6 3,9 14,04
11 X-Cut 519 sill B6 3.8 3.9 14.82 
Rata-rata 3.72 4.2 15.75
5.2.5. Pengukuran Jari-jari Ductile Terhadap Lintasan
Dengan menggunakan software autocad, panjang jari-jari ductile terhadap lintasan adalah sebagai berikut: 
Tabel 5.6 Hasil pengukuran jari-jari ductile terhadap lintasan
Lokasi R
In. Front Flatback ke Utara a 3.52
In. Front Sill B6 a 3.54
b 5.52
c 4.5
In. RC-Ramp Up a 4.4
b 11.5
Out. RC 526 a 10.25

5.3. Pengolahan Data
5.3.1. Perhitungan Suhu Efektif
Berikut merupakan hasil perthitungan suhu efektif dari masing-masing lokasi pengukuran dengan menggunakan data laju aliran udara, suhu basah dan suhu kering yang diambil langsung dari lokasi penelitian dan diplotkan ke grafik temperatur efektif. 
Tabel 5.7 Hasil perhitungan temperatur efektif 
Lokasi V Td Tw Te
m/s fpm oF oC oF oC oF oC
Access KKRB 1 0,4 82,6 84,3 29,1 84,7 29,3 80 26,6
Arah RC 1 0,6 118,1 84,2 29 84,2 29 81 27,2
X-Cut 519 Flatback ke Utara 0 0 90,1 32,3 90,1 32,3 90 32,2
Access 1 B 0,1 30,6 90,5 32,5 90,5 32,5 89 31,6
X-Cut 526 0,2 39,3 90,8 32,7 90,8 32,7 89 31,6
Arah Ramp Down 0,3 59,0 84,3 29,1 84,3 29,1 82 27,7
Mine Haulage Level 500 1,0 209,9 79,5 26,4 79,7 26,5 71,5 21,9
RC 2 0,8 171,2 85,4 29,7 85,4 29,7 81 27,2
Ramp Down 0,5 100,3 89,0 31,7 89,0 31,7 87 30,5
Access Ramp Down Vein Utara 0,8 169,2 93,3 34,1 93,3 34,1 92,5 33,6
X-Cut 519 sill B6 0.2 39.37 89.78 32.1 89.78 32.1 89 31.66
Rata-rata 0.471 92.74 87.42 30.79 87.47 30.81 84.72 29.29
5.3.2. Efesiensi kerja

Seperti yang telah dijelaskan pada BAB III, efesiensi kerja dapat diperoleh dengan cara melihat hubungannya dengantemperatur efektif pada grafik efesiensi kerjan seperti pada cntoh perhitungan berikut :
Suhu efektif : 80 oF
Maka efesiensi kerjanya adalah sekitar 89 % sebagaimana dapat terlihat pada grafik berikut

Gambar 5.9 Grafik Temperatur Efektif

Tabel 5.8 Hubungan Efektifitas kerja dan Temperatur Efektif
  Lokasi Te Efektifitas Kerja
oF oC
1 Access KKRB 1 80 26,66667 85
2 Arah RC 1 81 27,22222 85
3 X-Cut 519 Flatback ke Utara 90 32,22222 65
4 Access 1 B 89 31,66667 65
5 X-Cut 526 89 31,66667 65
6 Arah Ramp Down 82 27,77778 83
7 Mine Haulage Level 500 71,5 21,94444 98
8 RC 2 81 27,22222 85
9 Ramp Down 87 30,55556 75
10 Access Ramp Down Vein Utara 92,5 33,61111 57
11 X-Cut 519 sill B6 89 31.7 70
Rata-rata 84.7 29.3 75.72


5.3.3. Perhitungan Kuantitas (Debit) Udara di Lapangan 
Untuk melakukan perhitungan debit udara, sebelumnya kita harus terlebih dahulu mengetahui luas penampang dan besarnya kecepatan udara yang mengalir pada daerah pengukuran. Dengan menggunakan persamaan di bawah ni: 
Q = V x A
Dimana, Q = debit udara (m3/s2)
   V = kecepatan udara (m/s2)
   A = luas penampang lubang bukaan (m) 
Contoh perhitungan: 
Kecepatan aliran udara pada Akses KKRB 1  adalah 0.42 m/s dengan dimensi, tinggi (h) dan lebar (w),  area adalah 4 dan 3 meter. maka debit aliran udara adalah: 
Q = V x A
= 0.42 m/s x ( 4 x 3 )
= 5.04 m3/s atau 302.4 m3/menit
Untuk perhitungan debit aliran udara pada lokasi penelitian ditunjukkan pada tabel dibawah ini:
 Tabel 5.9 Perhitungan debit udara pada beberapa front di KCVU 
Lokasi V Area Q
m/s h (m) w (m) A (m2) m3/s m3/menit
Access KKRB 1 0,42 4 3 12 5,04 302,4
Arah RC 1 0,6 4,5 4,5 20,25 12,15 729
X-Cut 519 Flatback ke Utara 0 4 3,8 15,2 0 0
Access 1 B 0,15556 3,8 3,9 14,82 2,305399 138,324
X-Cut 526 0,2 3,26 3,8 12,388 2,4776 148,656
Arah Ramp Down 0,3 3,5 4 14 4,2 252
Mine Haulage Level 500 1,06667 3,9 8 31,2 33,28 1996,8
RC 2 0,87 3 3,5 10,5 9,135 548,1
Ramp Down 0,51 3,6 3,9 14,04 7,1604 429,624
Access Ramp Down Vein Utara 0,86 3,6 3,9 14,04 12,0744 724,464
X-Cut 519 sill B6 0.2 3.8 3.9 14.82 2.964 177.84 
5.3.4. Perhitungan Kuantitas Udara (Debit) Udara Secara Teoritis
1) Perhitungan Shock Loss
Terdapat satu belokan sebesar 90o yang dilalui oleh blower intake menuju front Flatback ke utara seperti yang ditunjukkan oleh gambar di bawah:

Gambar 5.10  Belokan yang dialami oleh blower 
Oleh karena itu, koreksi (k) yang didapat dengan menggunakan grafik dibawah ini adalah  1.

Jari-jari blower terhadap lintasan (r) adalah 3.52 dan panjang diameter  ductile adalah  0.6 maka, didapatkan r/d =   
 Sesuai dengan grafik shock loss factor, besar shock loss adalah 0.18, karena untuk nilai diatas 2, grafik menunjukkan nilai yang konstan


Seperti yang tertera pada tinjauan pustaka, Nilai Shock loss total dapat dihitung dengan menggunakan rumus : 
XT = X x k
  = 0.18 x 1 = 0.18
Untuk perhitungan shock loss total  keempat intake/outtake dapat di lihat pada tabel berikut.
Tabel 5.10 Perhitungan Shock Loss total 
Lokasi r d r/d X1 θ k Xt
In. Front Flatback ke Utara a 3.52 0.6 5.866666667 0.18 90 1 0.18
In. Front Sill B6 a 3.54 0.6 5.9 0.18 91 1.01 0.1818
b 5.52 0.6 9.2 0.18 60 0.8 0.144
c 4.5 0.6 7.5 0.18 74 0.1 0.018
In. RC-Ramp Up a 4.4 0.6 7.333333333 0.18 81 0.85 0.153
b 11.5 0.6 19.16666667 0.18 155 0.13 0.0234
Out. RC 526 a 10.25 0.6 17.08333333 0.18 112 1.2 0.216

2) Perhitungan Le
Perimeter (Per) atau keliling ductile diketahui memiliki panjang 1.88, koefesien gesekan pada flexible seperti yang ditunjukkan pada tabel Hartman 1982 memiliki nilai 0.0046, Luas penampang flexible adalah 0.2826, Panjang equivalen untuk keempat lintasan dapat dilihat pada tabel berikut 


Tabel 5.11  Perhitungan Lequivalen
Lokasi Xt A K Per Le
In. Front Flatback ke Utara a 0.18 0.2826 0.0046 1.88 3.793924607
In. Front Sill B6 a 0.1818 0.2826 0.0046 1.88 3.831863853
b 0.144 0.2826 0.0046 1.88 3.035139685
c 0.018 0.2826 0.0046 1.88 0.379392461
In. RC-Ramp Up a 0.153 0.2826 0.0046 1.88 3.224835916
b 0.0234 0.2826 0.0046 1.88 0.493210199
Out. RC 526 a 0.216 0.2826 0.0046 1.88 4.552709528

3) Perhitungan Head Statis
Dengan menggunakan rumus perhitungan Head statis, Head Statis (Head Loss) untuk keempat lintasan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.12 perhitungan Head Statis
Lokasi K Per L Le.a Le.b Le.c A Q HeadLoss
In. Front Flatback ke Utara 0.0046 1.88 100 3.793 0 0 0.2826 8.457 2844.486017
In. Front Sill B6 0.0046 1.88 100 3.831 3.035 0.3793 0.2826 8.457 2939.101445
In. RC-Ramp Up 0.0046 1.88 90 3.224 0.4932 0 0.2826 16.914 10273.42102
Out. RC 526 0.0046 1.88 160 4.552 0 0 0.2826 2.478 387.1745928

4) Perhitungan Head Velocity 
Head Velocity dapat diketahui dengan menghitung nilai kecepatan aliran udara menggunakan rumus 
V = Q/A dan Hv= v2/2g
Tabel 5.13 Perhitungan Head Velocity 
v HV Head loss Total
29.92569 44.777346 2889.263363
29.92569 44.777346 2983.878791
59.85138 179.10938 10452.53041
8.7685775 3.8443976 391.0189904



5) Perhitungan Head Loss Total 
Setelah menghitung Head statis dan Head Velocity, Head Loss total dapat dihitung dengan menjumlahkan Head statis dan Head Velocity. Hasil penjumlahan tersebut ditunjukkan pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.14  Perhitungan Headloss Total
HeadLoss v HV Head loss Total
2844.486017 29.92569 44.777346 2889.263363
2939.101445 29.92569 44.777346 2983.878791
10273.42102 59.85138 179.10938 10452.53041
387.1745928 8.7685775 3.8443976 391.0189904
6) Perhitungan Kuantitas Udara di Ductile Secara Teoritis
Kurva karakteristik dapat digunakan untuk mengetahui kuantitas udara. Tipe, kapasitas dan jumlah fan yang berbeda akan memberikan kurva yang berbeda pula. Dikarenakan seluruh fan yang digunakan di rampu up KCVU merupakan fan axial dengan kapasitas 37 kW dan berjumlah satu, maka kurva karakteristik yang digunakan adalah sebagai berikut. Kurva yang digunakan adalah kurva dengan warna merah.

Gambar 5.11 Kurva Karakteristik
Total pressure yang diplotkan sama dengan Headloss total. Untuk outlier atau nilai total pressure yang tidak dikenai oleh kurva, maka harus di interpolasikan atau di plot secara manual. 
Dengan menggunakan grafik diatas dan head loss total yang dihitung, maka debit udara yang dihasilkan adalah sebagai berikut: 
Tabel 5.15  Perhitungan Debit Udara Teoritis
Lokasi Kapasitas Fan Head loss Total Debit Udara
In. Front Flatback ke Utara 37 kw 2993.236361 9.382996373
In. Front Sill B6 37 kw 2983.878791 9.41481211
In. RC-Ramp Up 37 kw 10452.53041 -16
Out. RC 526 37 kw 391.0189904 17.8
7) Perhitungan Kecepatan Aliran dan Kuantitas Udara  di front tambang Secara Teoritis
Kuantitas pada ductile sama dengan kuantitas yang keluar dari ductile menuju front. Oleh karena itu, untuk menghitung kecepatan aliran udara front tambang dapat menggunakan rumus :
Qductile = Qfront 
Aductile  x Vductile     = Afront x Vfront
Vfront =  
Hasil perhitungan Kecepatan udara di front kerja dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel  5.16  Perhitungan Kecepatan udara di front kerja
Lokasi Teoritis
Q(ductile) A V
Front X-Cut 519 Flatback ke Utara 9.382996373 15.2 0.617302393
Front X-Cut 519 Sill B6 9.41481211 14.82 0.63527747

5.3.5. Perhitungan Kebutuhan Kuantitas Udara 
Kuantitas udara yang dibutuhkan di lokasi tambang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh jenis kegiatan yang dilakukan di area tersebut, jumlah personil yang ada dan juga alat-alat berat yang sedang beroperasi. Adapun kuantitas udara yang dibutuhkan di lokasi penelitian adalah sebagai berikut: 
1) XC 519 Flatback ke utara 
Terdapat 4 jenis kegiatan yang terjadi di X-Cut 519 Flatback ke utara. Diantaranya adalah pengeboran, peledakan, penyanggaan, dan mucking. 
Tabel 5.17  Kebutuhan Udara berdasarkan Jenis Kegiatan x-cut 519 flatback
Jenis Kegiatan Alat Berat Qdibutuhkan x Jumlah Kebutuhan Udara (m3/s) Total
Pengeboran 1 Jumbo Drill 6.30 x 1 6.30 6.366 m3/s
Peledakan 1 LHD 8.055 x 1 8.055 8.055 m3/s
Penyanggaan 1 LHD 8.055 x 1 8.055 8.055 m3/s
Mucking 1 LHD 8.055 x 1 8.055 8.055 m3/s
Dari tabel perhitungan diatas dapat dilihat kegiatan peledakan, penyanggaan dan mucking  membutuhkan kuantitas  udara yang lebih besar dibandingkan kegiatan pengeboran, yakni 8.055 m3/s. Oleh karena itu, kuantitas yang dibutuhkan pada kegiatan tersebut menjadi patokan kebutuhan udara minimum di lokasi X-cut 519 flatback ke utara. Dengan kata lain, jika front menyediakan kuantitas udara yang cukup untuk ketiga aktivitas teresebut maka kuantitas udara yang tersedia tersebut akan cukup untuk aktivitas-aktivitas lainnya yang membutuhkan udara yang lebih sedikit. 
Kebutuhan udara untuk perorangan pekerja tidak memberikan pengaruh yang signifikan dalam total kebutuhan kuantitas udara. Oleh karena itu, kuantitas udara yang dibutuhkan bagi para pekerja diabaikan. Namun, untuk faktor keamanan, kuantitas minimun yang dibutuhkan ditambahkan 5% dari jumlah kuantitas udara yang dibutuhkan. 
Maka, jumlah kuantitas udara yang dibutuhkan di X-Cut 519 ke utara adalah sebagai berikut: 
Total kebutuhan udara = Qudara minimum + 5%
Qtotal = 8.055 m3/s + 0.402 m3/s  = 8.457 m3/s
2) XC 519 Sill B6
Sama halnya dengan front produksi X-Cut 519 ke utara, beberapa aktivitas juga dilaksanakan  di X-Cut 519 Sill B6. Adapun aktivitas-aktivitas yang terjadi adalah pengeboran, peledakan, penyanggaan, dan mucking. 
Tabel 5.17  Kebutuhan Udara berdasarkan Jenis Kegiatan x-cut 519 sill B6
Jenis Kegiatan Alat Berat Qdibutuhkan x Jumlah Kebutuhan Udara (m3/s) Total
Pengeboran 1 Jumbo Drill 6.30 x 1 6.30 6.366 m3/s
Peledakan 1 LHD 8.055 x 1 8.055 8.055 m3/s
Penyanggaan 1 LHD 8.055 x 1 8.055 8.055 m3/s
Mucking 1 LHD 8.055 x 1 8.055 8.055 m3/s
Dari tabel perhitungan diatas dapat dilihat bahwa kuantitas udara minimum yang harus tersedia untuk mencukupi kebutuhan udara segar di lokasi penambangan adalah 8.055 m3/s. Dengan kata lain, agar kondisi lingkungan kerja dapat dikatakan aman dan memberikan kenyamanan bagi para pekerja, maka setidaknya kuantitas udara di lokasi kerja adalah 8.055 m3/s.  Namun, untuk faktor keamanan, kuantitas minimun yang dibutuhkan ditambahkan 5% dari jumlah kuantitas udara yang dibutuhkan. 
Maka, jumlah kuantitas udara yang dibutuhkan di X-Cut 519 Sill B adalah sebagai berikut: 
Total kebutuhan udara = Qudara minimum + 5%
Qtotal = 8.055 m3/s + 0.402 m3/s 
Qtotal = 8.457 m3/s







5.4. Analisis Data
5.4.1. Kualitas Udara Pengukuran dan Kualitas Udara Standar
1) Suhu Efektif dan Kelembaban
Dari data hasil pengukuran pada bulan September 2015 dapat diketahui bahwa rata-rata kualitas udara dengan parameter suhu dan kelembaban di beberapa lokasi KCRB 1 adalah sebagai berikut:
- Rata-rata suhu basah secara umum adalah 30,81 oC atau 87,47 oF 
- Rata-rata suhu kering secara umum adalah 30,79 oC atau 87,42 oF
- Rata-rata kelembaban secara umum adalah 100%
Dari setiap lokasi yang diteliti maka terdapat beberapa daerah front produksi dengan kondisi temperatur efektif yang kurang baik dengan batasan maksimal suhu efektif sebesar 300C, yaitu X-Cut 519 Flatback ke Utara dan X-Cut 519 Sill B6. Berikut merupakan efesiensi kerja  yang disarankan berdasarkan temperatur dan jenis pekerjaan pada tiap front.
a. Cross Cut 519 Flatback Utara 
Front ini memiliki suhu  efektif yang cukup tinggi, yakni 32.22. Oleh karena itu efesiensi kerja yang disarankan adalah 65%. Untuk meningkatkan efesiensi kerja di front tersebut, maka perlulah dilakukan perubahan jaringan ventilasi di sekitar lokasi X-Cut 519.









Gambar 5.12  Peta Ventilasi Ramp Up KCRB 1
b. X-Cut 519 Sill B6 
Front ini memiliki suhu  efektif yang cukup tinggi, yakni 31.66. Oleh karena itu efesiensi kerja yang disarankan adalah 70%. Untuk meningkatkan efesiensi kerja di front tersebut, sama maka perlulah dilakukan perubahan jaringan ventilasi di sekitar lokasi X-Cut 519.





Gambar 5.13  Peta Ventilasi dan Lokasi X-Cut 519 Sil B6
2) Gas-gas Pengotor
Kualitas yang ditinjau dari parameter gas-gas pengotor , dalam hal ini  gas CO, HCN, dan LEL, dapat diketahui keberadaannya di KCRB 1 secara umum adalah 0.00 ppm. Jadi dapat diambil kesimpulan  bahwa kualitas udara dengan parameter gas-gas pengotor tidak ada dan tidak mempengaruhi kualitas udara tambang.
Dari uraian mengenai kualitas udara di atas dapat diketahui bahwa hanya suhu yang menjadi permasalahan kualitas udara di lokasi penelitian. Sedangkan gas-gas pengotor tidak mempengaruhi kualitas udara di lokasi tersebut.
5.4.2. Prediksi Penyebab Tingginya Temperatur Front Kerja
Tingginya temperatur di front kerja Cross Cut 519 Flatback Utara dan Cross Cut 519 Sill B6 diperkirakan disebabkan oleh beberapa hal yakni: 
a) Sistem outake yang tidak efesien
b) Fan Blower dari RC 2 yang tidak mengalirkan kuantitas udara bersih yang cukup bagi kedua front
c) Laju aliran udara yang sangat kecil, sehingga terjadinya resirkulasi udara di front tambang tersebut. 
d) Letak ductile yang terlalu jauh dari front kerja tambang. Sehingga pertukaran udara bersih tidak dijangkau oleh pekerja
5.4.3. Perbandingan Kuantitas Udara di Lapangan dan Teoritis 
Terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara perhitungan kuantitas udara yang diukur langsung di lapangan dan perhitungan kuantitas udara. Perbandingan tersebut ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 5.18 Perbandingan Kuantitas Udara
Lokasi Teoritis Pengukuran Error
Q(ductile) A V Q V Q V
X-Cut 519 Flatback ke Utara 9.3829 15.2 0.6173023 0 0 100% 100%
Front X-Cut 519 Sill B6 9.414811 14.82 0.63527747 2.96 0.2 69% 69%

Perbedaan diantara perhitungan kuantitas udara tersebut menunjukkan error yang sangat tinggi. Penyebabnya diperkirakan dikarenakan beberapa hal, yakni:
a) Kesalahan pada pengukuran di lapangan
Dimensi kerja yang terlalu tinggi menyebabkan alat pengukuran kecepatan aliran udara tidak dapat menjangkaunya. Oleh karena itu, data yang dihasilkan tidak mewakili kecepatan udara secara keseluruhan.
b) Kerusakan pada ductile
Ductile (flexible) yang mengalami kerusakan menyebabkan banyaknya head yang hilang sehingga perhitungan secara teoritis menjadi tidak tepat.
c) Efesiensi fan 
Pada perhitungan secara teoritis, fan dianggap memiliki efesiensi 100% (maksimal). Pada dasarnya, fan akan mengalami pengurangan efesiensi kerja seiring waktu pemakaian.

5.4.4. Evaluasi Kecukupan Udara 
1) Front X-Cut 519 Flatback ke utara
Jumlah kuantitas udara yang dibutuhkan di X-Cut 519 Flatback ke utara adalah sebagai berikut: 
Total kebutuhan udara =   Qudara minimum +      5%
                        Qtotal =   8.055 m3/s + 0.402 m3/s 
                        Qtotal =   8.457 m3/s
Secara perhitungan teoritis, kuantitas udara yang tersedia mencukupi untuk memenuhi kebutuhan udara di front ini, yakni 9.3289 m3/s. Namun, pada pengukuran langsung dilapangan, kuantitas udara yang tersedia sangat tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan udara di front ini, 0 m3/s dengan kecepatan aliran udara adalah 0 m/s.
2) Front X-Cut 519 Sill B6
Jumlah kuantitas udara yang dibutuhkan di X-Cut 519 Sill B6 adalah sebagai berikut: 
Total kebutuhan udara =   Qudara minimum +      5%
                        Qtotal =   8.055 m3/s + 0.402 m3/s 
                        Qtotal =   8.457 m3/s
Secara perhitungan teoritis, kuantitas udara yang tersedia mencukupi untuk memenuhi kebutuhan udara di front ini, yakni 9.414811 m3/s. Namun, pada pengukuran langsung dilapangan, kuantitas udara yang tersedia sangat tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan udara di front ini, 2.96 m3/s dengan kecepatan aliran udara adalah 0.2 m/s.
5.4.5. Ketidakcukupan Udara
Seperti yang ditunjukkan pada pembahasan kecukupan udara di front kerja tambang, debit udara yang tersedia di lokasi tersebut tidak mencukupi kebutuhan udara untuk melakukan kegiatan-kegiatan penambangan. Adapun ketidakcukupan udara di kedua front tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.19  Ketidakcukupan Debit Udara
Lokasi Debit Udara yang tersedia di Lapangan Debit Udara yang Dibutuhkan Ketidakcukupan Udara
Front X-Cut 519 Flatback Ke Utara 0 8.457 8.457
Front X-Cut 519 Sill B6 2.964 8.457 5.493

5.4.6. Rencana Perubahan Jaringan Ventilasi
Sesuai dengan hasil dari pembahasan sebelumnya, disarankan ada perubahan jaringan ventilasi di Kubang Cicau Vein Utara ini dikarenakan masalah kualitas udara tambang yang disebabkan oleh suhu dan kelembaban yang tinggi serta ketidakcukupan ketersedian udara di beberapa lokasi menyebabkan gangguan efesiensi dan efektivitas dari aktivitas penambangan di lokasi tersebut. 
Untuk memenuhi suatu efesiensi dan kenyamanan kerja yang lebih baik, maka harus dilakukan perencanaan perubahan jaringan ventilasi yang bisa memenuhi efektivitas standar jumlah kebutuhan udara segar dan suhu udara tambang, yakni 26-270C atau setidaknya mengurangi temperatur  sehingga masih berada di ambang batas suhu efektif yakni 30oC. Untuk bisa mencapai keadaan tersebut, maka perlu dilakukan perubahan jaringan ventilasi di lokasi-lokasi yang layak mendapat perhatian khusus tentang masalah suhu dan ketidakcukupan udara, yakni: 
1) X-Cut 519 Flat Back ke Utara
Lokasi ini merupakan salah satu front kerja yang dinilai cukup sering dilalui oleh alat berat dan cukup banyak pekerja yang melakukan aktivitas penambangan.

2) X-Cut 519 Sill B6
Sama halnya dengan X-Cut 519 Flat Back ke Utara , front kerja ini juga merupakan front produksi yang memiliki aktivitas penambangan yang cukup tinggi
Laju udara sangat mempengaruhi kuantitas udara dan juga mempengaruhi batas temperatur di lokasi tambang. Bila seseorang istirahat di dalam ruangan degan kondisi udara jenuh, maka batas kemampuannya untuk beradaptasi hanya akan mencapai temperatur 90oF (32oC). Namun bila ruangan dialiri udara dengan kecepatan 200 fpm atau 1.02 m/s maka batas temperaturnya dapat naik hingga 95oF (35oC) . Meskipu suhu udara di sebagian besar lokasi di Kubang Cicau Vein Utara  memiliki suhu di atas suhu normal untuk melakukan aktivitas-aktivitas penambangan, jika lokasi tersebut disuplai dengan debit udara yang cukup, maka tidaklah perlu melakukan pengendalian temperatur lebih lanjut. Oleh karena itu, langkah perencanaan yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan ventilasi tambang di lokasi ini hanya  berhubungan dengan peningkatan laju aliran  udara. 
Sehubungan dengan permasalahan-permasalahan ventilasi tambang di beberapa lokasi Kubang Cicau Vein Utara maka beberapa rekomendasi perencanaan jaringan ventilasi tambang adalah sebagai berikut: 
1) Memasang Y-Juction 
Udara kotor dari X-Cut 519 Sill B6 saat ini dialirkan menuju exhaust fan 526 yang berada di front tambang X-Cut 519 flatback ke utara kemudian dihisap oleh exhaust fan 37 Kw yang berada di level 526 menuju Akses Ramp Up. 






Gambar 5.14  Peta pemasangan peralatan ventilasi di X-Cut 519
Oleh karena itu, agar jaringan ventilasi menjadi lebih sederhana dan efesien, ductile yang membawa udara kotor dari Sill B6 dihubungkan ke ductile dari level 526 dengan menggunakan reducer Y atau Y-Juction sehingga dapat langsung diteruskan menuju akses Ramp up seperti gambar yang di bawah ini:






Gambar 5.15. Peta perbaikan pemasangan peralatan ventilasi di X-Cut 519
2) Mereduksi atau menghilangkan 1-2 meter ductile yang berada sebelum force. 
Jika Udara langsung mengenai fan akan mengakibatkan temperatur udara tersebut menjadi lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh heat transfer  secara konveksi oleh mesin fan kepada udara. Oleh karena itu, cara yang paling tepat untuk menghindari hal tersebut dengan cara menjauhkan aliran udara dari fan. 







Gambar 5.16. Peta perbaikan pemasangan ductile X-Cut 519
3) Menambah beberapa meter ductile di Front X-Cut 519 flatback ke utara
Lokasi ductile yang agak jauh dengan front tambang di X-Cut 519 flatback ke utara menyebabkan tidak sampainya kuantitas udara ke front tambang karena udara hanya mengalir di daerah sebelum front tambang dan langsung terhisap keluar. Akibatnya, laju aliran udara di front produksi menjadi sangat sedikit. 




Gambar 5.17.  Ilustrasi Aliran udara di Front X-Cut 519 Flatback ke utara
4) Perubahan fan di RC 2 
Dengan membandingkan kurva karakteristik fan yang ada, maka jumlah dan jenis fan yang paling cocok digunakan untuk menyediakan debit udara dengan headloss total 10.452,53 adalah  2 fan dengan kapasitas 37 kW. 

Gambar 5.18 Kurva Karakteristik 2 fan Axial dengan Kapasitas 37 kW
5) Membuat tembusan ke arah RC4 di Ramp Down KCVU 
Untuk menambah   udara ke front tambang, membuat tembusan adalah salah satu pilihan yang paling membantu. Namun, dikarenakan pembuatan yang mengeluarkan biaya yang tinggi dan sulit, pembuatan tembusan harus direncanakan seefesien mungkin. 

Gambar 5.19. Peta Rencana Tembusan RC4
Dengan bantuan fan berkapasitas 37 kW yang mengalirkan udara dari RC4 akan mencukupi kebutuhan udara di Cross Cut 519.

Gambar 5.20. Perencanaan Pemasangan fan di RC4 menuju Cross Cut 519
5.4.4. Prediksi Kuantitas dan Kualitas Aliran Udara di Front Penambangan
- Dengan adanya pemasangan Y-Juction, diperkirakan udara kotor yang dibawa dari X-Cut 519 Sill B6 tidak dibawa ke X-Cut 519 flatback ke utara sehingga mempersulit kinerja fan exhaust di RC 526 dan diharapkan suhu di front tersebut menjadi lebih rendah.
- Dengan Mereduksi atau menghilangkan 1-2 meter ductile yang berada sebelum force, diharapkan udara yang dibawa masuk ke front-front poduksi memiliki temperatur yang lebih rendah.
- Menambah beberapa meter ductile di Front X-Cut 519 flatback ke utara diharapkan aliran udara di front mengalir lebih banyak dan menurun suhu di front tersebut.
- Dengan membuat beberapa tembusan diharapkan laju aliran front di X-Cut 519 menjadi lebih besar dan meningkatkan kuantitas udara di front kerja.
Dengan adanya perlakuan-perlakuan tersebut, diharapkan optimalisasi udara yang mengalir di Kubang Cicau Vein Utara dapat terjaga serta efesiensi dan efektivitas kerja bisa lebih meningkat. Dan juga aliran udara yang mengalir dapat lebih teratur. 

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.       Kesimpulan
-          Sistem ventilasi lokal yang diterapkan pada level 500 kubang cicau vein utara adalah sistem overlap. Yang terdiri dari exhaust fan yang berfungsi sebagai penghisap udara kotor dan blow fan yang berfungsi sebagai penghembus udara bersih.
-          Terdapat beberapa tempat di KCVU yang memiliki masalah dengan kualitas dan kuantitas udara, diantaranya adalah front x-cut 519 flatback ke utara dan x-cut 519 sill B6. tempat-tempat tersebut memiliki temperatur yang cukup tinggi dan pergerakan udara yang cukup kecil.
-          Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan seputar ventilasi tambang di ramp up KCVU maka perlu dilakukan:
1)      Penambahan Kapasitas Fan dari RC 2 untuk mengaliri udara ke x-cut 519 atau Menambah kapasitas udara dari tembusan RC4
2)      Memperbaiki jaringan ventilasi agar lebih efektif dan efesien
3)             Saran
-          Dalam melakukan pengukuran kecepatan udara, alat yang digunakan tidak dapat menjangkau daerah-daerah yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan suatu penyediaan alat bantu agar hasil pengukuran menjadi lebih akurat
-          Menghindari terjadi resirkulasi pada front kerja tambang dengan mengatur jaringan duct seoptimal mungkin
-          Memperpanjang ujung bukaan duct sedekat mungkin dengan front dan menambah debit udara yang masuk ke dalam front
-          Ketika lokasi kerja memiliki temperatur yang melebihi ambang batas, maka efesiensi kerja di lokasi tersebut harus diturunkan agar kesehatan pekerja tidak terganggu


DAFTAR PUSTAKA

Bridges, Hon Simon. 2014. Ventilation in Undeground Mines and Tunnels.  Work safe. New Zealand.
Hartman, Howard L & Mutmansky. 1997. Mine Ventilation and Air Conditioning. Wiley Interscience. United Kingdom.
Hustrulid, W.A. 1982. Underground Mining Methods Handbook. Society of Mining Engineers of AIME. New York.
Kingery, D.S. 1960. Introduction To Mine ventilating Principles and Practices. Bureau of Mines. United States.
Vergne, Jack De La. 2008. Hard Rock Miner’s Handbook. Stantec Consulting. Arizona United States.


Fadhillah

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 comments:

Manual Categories